Jumat, 03 Desember 2010

Artikel

PERGESERAN NILAI SOSIAL DI KALANGAN PELAJAR
Oleh Maharromiyati, S. Pd
Guru Sosiologi SMA 2 Bae Kudus

Tidak terasa satu tahun sudah saya mengabdikan diri untuk menjadi guru. Segudang obsesi dan idealisme untuk mendidik membentuk anak bangsa yang cerdas dan berkarakter menjadi  tekatku untuk mengabdi di dunia pendidikan. Selama ini banyak yang mengatakan menjadi guru itu enak kerjanya hanya setengah hari dan dibayar dengan gaji yang lumayan.  Pernyataan tersebut tidak salah tetapi setelah satu tahun mengabdikan diri banyak hal-hal yang membuat hatiku gundah dengan melihat realita yang sesungguhnya. Banyak potret buram pendidikan yang ku temukan dan bahkan ku rasakan sendiri salah satunya mengenai pergeseran nilai sosial di kalangan pelajar. Globalisme merombak semuanya termasuk dunia pendidikan terutama perkembangan psikologis anak.
Pergeseran nilai dan norma sosial bisa kita lihat pada kondisi peserta didik saat ini. Hal ini bisa dilihat dari sikap dan perilaku yang tidak terpuji. Banyak siswa yang ketauan mengelapkan uang bayaran. Sudah diberi oleh orang tuanya tetapi disalahgunakan untuk mentraktir temannya atau dibuat untuk membeli alat kosmetik. Ketika ujian banyak yang ketahuan membawa catatan kecil alian kepean. Selain itu pergeseran terlihat dengan gaya pacaran yang berlebihan dan bahkan hamil di luar nikah (maaf. read) sehingga harus droup out dari bangku sekolah. Hums...benar-benar miris melihat fenomena ini. Masa muda yang seharusnya digunakan untuk menimba ilmu malah disia-siakan. Terkadang saya bingung apa yang ada dalam pikiran mereka. Tidakkah mereka berpikir tentang masa depan mereka ?. Apa yang akan terjadi esok hari ?. Mengapa nafsu sesaat saja yang mereka ikuti. Saya berharap ada kerjasama yang baik antara keluarga, sekolah dan masyarakat untuk mendidik generasi muda saat ini.
Orang tua sebagai pilar utama yang menanamkan nilai dan norma jangan sampai terlena atau bahkan menyerahkan didikan hanya pada sekolah. Sekolah sebagai penyambung dari keluarga memberikan andil yang sangat luar biasa untuk memupuk atau membentuk pola pikir dari peserta didik. Guru dalam hal ini sebagai orang tua kedua memiliki tugas bagaimana agar peserta didik dapat dipersiapkan sebaik mungkin sehingga siap dengan berbagai tantangan ke depan. Keteladanan dan mendidik dengan sepenuh hati itu menjadi kunci utama agar bisa mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter kuat. Bukan generasi yang hanya bisa menjadi penonton dan menjadi buruh di negeri sendiri. Bukan juga generasi cerdas tapi tak bermoral yang suka korupsi dan menjual asset negara.
            Mari kita terus belajar untuk menjadi guru yang sesuai dengan tuntutan zaman. Bukan guru yang mudah puas dengan ilmu yang didapat atau guru yang kolot yang tidak suka perubahan. Guru yang hanya bermalas-malasan dan menanti uang gaji bulanan atau berlomba mengikuti sertifikasi hanya karena dorongan materi belaka bukan untuk perbaikan kualitas. Memang ini tidak mudah karena dibutuhkan tekad dan kemuan yang kuat. Tugas sebagai guru tidak hanya sekedar mengajar sebagai ritualitas belaka tetapi guru juga bertugas mentransfer nilai-nilai sosial untuk pembentukan karakter peserta didik. Mengingat beratnya tugas ini tidaklah wajar kalau guru hanya bersantai dan tidak mau belajar dengan hal-hal yang baru. Budaya yang dibawa anak-anak sekarang sangat berbeda dengan budaya anak dahulu. Setiap tahun saja kondisi anaknya selalu berubah.
Hal ini menuntut guru untuk semakin kreatif jangan sampai siswa-siswa menertawakan gurunya karena kekolotan yang dilakukan. Tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berusaha pasti bisa. Setiap guru harus mewaspadai 11 penyakit yang banyak diderita oleh guru. Saya juga tidak tau dari mana sumbernya, ini saya dapat dari pesan singkat dari beberapa teman. Penyakit yang sering diderita oleh guru yaitu sebagai berikut. Pertama; TIPUS alias tidak punya selera. Kedua; MUAL alias mutu amat lemah.  Ketiga; KUDIS alias kurang disiplin. Keempat; ASMA alias asal masuk kelas. Kelima; KUSTA alias kurang strategi. Keenam; TBC alias tidak bisa computer. Ketujuh; KRAM alias kurang terampil. Kedelapan; ASAM URAT alias asal sampaikan materi urutan kurang akurat. Kesembilan; LESU alias lemah sumber. Kesepuluh; DIARE alias dikelas anak-anak remehkan dan yang terakhir; GINJAL alias gajinya nihil jarang aktif dan lambat. Semoga ini bisa menjadi renungan kita bersama para guru untuk terus berbenah dan memperbaiki kualitas diri sehingga bisa menvetak siswa yang cerdas dan berakhlak mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar