Senin, 11 Oktober 2010

MATERI SOSIOLOGI

A. SOSIOLOGI DAN MASYARAKAT
Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sebagai cabang Ilmu, Sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, August Comte. Comte kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa Émile Durkheim-ilmuwan sosial Perancis yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

1. Pengertian Sosiologi
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.
Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.
Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya.


Tiga tahapan itu adalah :
a. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
b. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
c. Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.
Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi pernyataan berikut:
a. Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
b. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
c. Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
d. Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.

2. Definisi Sosiologi yang Dikemukakan Oleh Beberapa Ahli :
a. Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
b. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
c. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
d. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
e. Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
f. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
g. Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

h. Soejono Soekamto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
i. William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
j. Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum

3. Pokok Bahasan Sosiologi
a. Fakta Sosial
Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).


b. Tindakan Sosial
Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.
c. Khayalan Sosiologi
Khayalan sosiologis diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah troubles dan issues. Troubles adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Issues merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu. Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah trouble. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan issue, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.
d. Realitas Sosial
Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.



4. Ciri-ciri Sosiologi
Menurut Harry M. Johson dalam Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu memiliki cirri-ciri sebagai berikut.
a. Bersifat Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b. Bersifat teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsure yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat.
c. Bersifat kumulatif, yaitu teori-teori sosiologis dibentuk berdasarkan teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas dan diperhalus.
d. Bersifat nonetis, yang dipersoalkan dalam sosiologi bukanlah baik buruknya fakta tertentu, melainkan menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

5. Objek Studi Sosiologi
Objek studi sosiologi adalah masyarakat dengan menyoroti hubungan antarmanusia dan proses sebaba akibat yang timbul dari hubungan antarmanusia yang selalu berubah. Objek yang dipelajari sosiologi adalah sebagai berikut.
1. Hubungan timbale balik antara manusia satu dengan yang lain.
2. Hubungan antara individu dengan kelompok
3. Hubungan antara kelompok satu dengan kelompok lain.
4. Sifat-sifat dari kelompok social yang beranekaragam coraknya.
Dalam mempelajari objek studinya sosiologi tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan ilmu sosial lainnya sehingga sosiologi bersifat interdisipliner. Dengan demikian, tuntutan bagi seseorang yang mempelajari sosiologi adalah harus banyak membaca buku dan tulisan yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam sosiologi itu sendiri.


6. Tujuan dan Sifat Hakikat Sosiologi
Tujuan sosiologi adalah meningkatkan daya dan kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Dengan cara mengembangkan pengetahuan yang objektif mengenai gejala kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan secara efektif dalam memecahkan masalah social. Contoh seorang yang ingin membeli rumah untuk tempat tinggal seharusnya terlebih dahulu mempelajari sifat dan karakter masyarakatnya sesuai dengan kepribadian yang ia miliki atau tidak agar tidak menglami kesulitan dalam beradaptasi.
Pemahaman sosiologi dilihat dari sifat dan hakikatnya antara lain sebagai berikut :
a. Sosiologi termasuk rumpun ilmu-ilmu sosial yang bersangkut paut dengan gejala-gejala kemasyarakatan.
b. Sosiologi merupakan ilmu penetahuan yang kategoris artinya membatasi diri dengan apa yang terjadi bukan pada apa yang seharusnya terjadi.
c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni karena tujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, bukan ilmu terapan atau terpakai.
d. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan secara abstrak artinya yang diperhatikan adalah pola dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
e. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum umum dari interaksi antarmanusia dan perihal sifat, hakikat, isi, serta struktur masyarakat manusia.
f. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang rasional, terkait dengan metode yang dipergunakan.
g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiologi mengamati dan mempelajari gejala-gejala umum yang ada pada setiap interaksi dalam masyarakat secara empiris.
7. Ruang Lingkup dan Metode Sosiologi
Sosiologi mencakup pengetahuan dasar pengkajian masyarakat. Cakupan tersebut meliputi beberapa hal berikut.
a. Kedududukan dan peran social individu dalam keluarga, kelompok social, dan masyarakat.
b. Nilai-nilai dan norma-norma social yang mendasar mempengaruhi sikap dan perilaku hubungan manusia dan masyarakat.
c. Masyarakat dan kebudayaan daerah sebagai submasyarakat dan kebudayaan nasional Indonesia.
d. Perubahan sosial budaya terus menerus berlangsung oelh sebab-sebab internal maupun eksternal.
e. Masalah-masalah sosial budaya yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Paul B. Horton ada beberapa metode yang digunakan dalam sosiologi yaitu :
a. Study cross-sectional dan longitudinal
Study cross-sectional adalah suatu pengamatan yang meliputi suatu daerah yang luas dan dalam suatu jangka waktu tertentu. Sedangkan studi longitudinal adalah suatu study yang berlangsung sepanjang waktu yang menggambarkan suatu kecenderungan atau serangkaian pengamatan sebelum dan sesudahnya.
b. Eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan
Dalam penelitian eksperimen laboratorium, subjek orang dikumpulkan di dalam suatu tempat atau laboratorium kemudian diberi pengalaman sesuai dengan yang diinginkan sang peneliti kemudian dicatat dan ditarik kesimpulan-kesimpulan. Penelitian eksperimen lapangan adalah pengamatan yang dilakukan di luar laboratorium di mana peneliti memberikan pengalaman-pengalaman baru kepada objek secara umum kemudian diamati hasilnya.


c. Penelitian pengamatan
Hampir sama dengan eksperimen tetapi dalam penelitian ini kita tidak mepengaruhiterjadinya suatu kejadian.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto ada dua jenis metode dalam sosiologi yaitu :
a. Metode kualitatif
Menggunakan bahan atau hasil pengamatan yang sukar diukur dengan angka-angka atau ukurang yang matematis, meskipun kejadian-kejadian itu nyata dalam masyarakat. Adapun macam-macam penelitian kualitatif yaitu:
1) Metode historis, yaitu metode pengamatan yang menganalisis peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum.
2) Metode komparatif, yaitu metode pengamatan dengan membandingkan antara bermacam-macam masyarakat serta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan sebagai petunjuk tentang perilaku suatu masyarakat pertanian Indonesia pada masa lalu dan masa yang akan dating.
3) Metode studi kasus, yaitu metode pengamatan tentang suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat, lembaga-lembaga maupun individu-individu. Alat-alat yang dipergunakan dalam studi kasus adalah :
a) Wawancara (interview.
b) Dafatar pertanyaan (quesionare).
c) Participant observer technique, di mana pengamat ikut serta dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang diamati.
b. Metode Kuantitatif
Peneliti mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mengggunakan skala, indeks, table dan formula. Termasuk dalam metode ini adalah metode statistik di mana gejala-gejala masyarakat sebelum dianalisis dikuantifikasi terlebih dahulu.
Di samping metode-metode di atas, masih ada beberapa metode lain, yaitu:
a. Metode deduktif, yaitu metode yang dimulai dari hal-hal yang berlaku umum untuk menarik kesimpulan yang khusus.
b. Metode induktif, yaitu metode yang mempelajari suatu gejala khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
c. Metode empiris, yaitu metode yang mengutamakan keadaan-keadaan nyata didalam masyarakat.
d. Metode rasional, yaitu metode yang mengutamakan penalaran dan logika akal sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah kemasyarakatan.
e. Metode fungsional, yaitu metode yang dipergunakan untuk menilai kegunaan lembaga-lembaga sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat.

8. Peran dan Manfaat Sosiologi
Sosiologi memiliki peran dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Peran dan manfaat tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pembangunan
Sumbangan sosiologi sangat besar dalam proses pembangunan. Pada tahap perencanaan perlu diadakan identifikasi terhadap berbagai kebutuhan masyarakat dan sebagainya. Pada tahap pelaksanaan perlu dilakukan penyorotan terhadap kekuatan dalam masyarakat dan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi. Pada tahap evaluasi diadakan analisis terhadap efek pembangunan. Contoh, dalam pembangunan tata kota dan pembangunan industri memperhatikan berbagai masukan data-data penelitian sosiologi.


b. Pemecahan masalah sosial
Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan dalalm masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Masalah muncul bersumber pada factor ekonomis, biologis, dan kebudayaan. Contoh pemecahan masalah misalnya kemiskinan, kajahatan, konflik dan lingkungan hidup. Ada dua pendekatan untuk menanggulangi masalah sosial yaitu metode preventif dan metode refresif.
1) Metode preventif dilakukan dengan mengadakan penilaian yang mendalam terhadap gejala-gejala sosial.
2) Metode refresif merupakan proses penanggulangan secara langsung terhadap masalah sosial yang sedang timbul dan dirasakan masyarakat.
c. Perencanaan sosial
Secara umum, sosiologi memiliki beberapa kegunaan dalam perencanaan sosial seperti berikut.
1) Sosiologi memahami perkembangan kebudayaan masyarakat dari taraf tradisional sampai taraf modern sehingga dalam menyusun dan memasyarakatkan perencanaan sosial relatif mudah digunakan.
2) Sosiologi memahami hubungan manusia dengan lingkungan alam, hubungan antar golongan, proses perubahan, dan pengaruh penemuan baru. Hal ini berarti perencanaan ke depan yang disusun atas dasar kenyataan factual dalam masyarakat oleh sosiologi relatif bisa dipercaya.
3) Sosiologi memiliki disiplin ilmiah yang didasarkan atas objektivitas.
4) Dengan berpikir secara sosiologis maka suatu perencanaan sosial dapat dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat ketertinggalan dan kemajuan masyarakat dilihat dari sudut kebudayaan.
Menurut pandangan sosiologi, perencanaan sosial merupakan alat untuk mengetahui perkembangan masyarakat. Dengan demikian, sosiologi dapat bermanfaat dalam menghimpun kekuatan sosial dalam rangka menciptakan ketertiban masyarakat.

9. Perkembangan Sosiologi dari Abad ke Abad
a. Perkembangan Pada Abad Pencerahan
Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.
Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.
Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan
Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.


b. Gejolak Abad Revolusi
Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangsawan dan kaum Rohaniawan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah. Seperti yang terjadi di Perancis di mana Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas
Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.
Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :
1. Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
2. Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
3. Mengunakan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.




c. Kelahiran Sosiologi Modern
Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

RANGKUMAN
• Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat.
• Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum
• Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya. Tiga tahapan itu adalah Tahap teologis, metafisis dan ilmiah.
• Pokok bahasan sosiologi adalah fakta sosial, tindakan social, khayalan sosiologi dan realitas sosial.
• Sosiologi memiliki ciri-ciri yaitu bersifat empiris, teoritis, kumulatif dan nonetis.
• Peran dan manfaat sosiologi yaitu untuk pembangunan, pemecahan masalah, dan perencanaan social.
• Sosiologi berkembang melalui perjalanan panjang yaitu abad pencerahan, gejolak abad revolusi dan kelahiran sosiologi modern.
• Menurut Soerjono Soekanto ada dua metode sosiologi yaitu metode kualitatif dan kuantitatif


EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan latar belakang lahirnya sosiologi di Eropa !
2. Jelaskan tahap perkembangan intelektual menurut Comte !
3. Jelaskan definisi sosiologi menurut Max Weber !
4. Apa peran dan manfaat sosiologi ?
5. Sebutkan dan jelakan cirri-ciri sosiologi !


TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan dengan teman-teman anda tentang bagaimana perkembangan ilmu sosiologi di Indonesia.







B. Nilai dan Norma Sosial
Manusia tercipta sebagai mahluk pribadi sekaligus sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk pribadi, manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat bertahan hidup. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan orang lain untuk mencapai tujuannya dengan berinteraksi dengan manusia lain sebagai mahluk sosial. Kehidupan bersama manusia baik sebagai mahluk pribadi maupun mahluk sosial selalu dilandasi aturan-aturan tertentu. Oleh karena itu, manusia tidak bisa berbuat dan bertindak semaunya. Aturan-aturan berupa nilai dan norma sosial diciptakan dan disepakati bersama untuk mencapai ketentuan dan kenyamanan hidup bersama dengan orang lain.

1. Nilai Sosial
a. Pengertian Nilai Sosial
Menurut Horton dan Hunt dalam J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto (2004: 35) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan.
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut beberapa definisi nilai sosial dari beberapa ahli yaitu :
1) Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara apda masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun.
2) Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.
3) Kimball Young Mengemukakan nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
4) A.W.Green
Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
5) M.Z.Lawang
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas, berharga,dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
6) D.Hendropuspito.
Menyatakan nillai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.
7) Prof Dr Notonegoro, nilai sosial dibagi menjadi 3:
Nilai material, yakni segala sesuatu yang berguna bagi unsur fisik manusia, misalnya makanan, air, atau pakaian.
Nilai vital, yakni segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan dan aktivitas.
Nilai kerohanian, yakni segala sesuatu yang berguna bagi batin atau kerohanian manusia.
Nilai (value) mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan, benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai benar (mempunyai nilai kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), religius (nilai ketuhanan). Nilai merupakan kumpulan sikap dan perasaan-perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku sosial orang yang memiliki nilai. Nilai merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan yang benar dan penting.
Nilai sosial lahir dari kebutuhan kelompok sosial akan seperangkat ukuran untuk mengendalikan beragam kemauan warganya yang senantiasa berubah dalam berbagai situasi. Suatu masyarakat akan tahu mana yang baik dan mana atau buruk, benar atau salah, dan boleh atau dilarang. Nilai sosial yang terbukti langgeng dan (tahan zaman) akan membaku menjadi sistem nilai budaya. Berdasarkan sistem yang abstrak dinamika kehidupan masyarakat menjadi terarah dan stabil.



b. Ciri-ciri Nilai Sosial
Menurut Idianto M (2004: 108) ciri-ciri nilai sosial adalah sebagai berikut:
1. Tercipta dari proses interaksi antar manusia secara intensif dan bukan perilaku yang dibawa sejak lahir.
2. Ditransformasikan melalui proses belajar yang meliputi sosialisasi, akulturasi, dan difusi.
3. Berupa ukuran atau peraturan sosial yang turut memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.
4. Berbeda-beda pada tiap kelompok manusia.
5. Masing-masing nilai mempunyai efek yang berbeda-beda bagi tindakan manusia.
6. Dapat mempengaruhi kepribadian individu sebagai anggota masyarakat.

c. Klasifikasi Nilai Sosial.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).
1. Nilai dominan
Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
a) Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
b) Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
c) Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
d) Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.
2. Nilai mendarah daging (internalized value)
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guu yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat.
Rangkaian nilai sosial (sistem sosial) menurut Notonegoro dalam Idianto M. (2004: 110) yang sangat kompleks dapat dikelompokkan seperti berikut.
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia atau benda-benda nyata yang dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan fisik manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia agar dapat melakukan aktivitas atau kegiatan dalam kehidupannya.
3. Nilai rohani, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi pemenuhan kebutuhan rohani (spiritual) manusia yang dapat bersifat universal.
Nilai rohani dibedakan menjadi:
a) Nilai kebenaran dan nilai empiris, yaitu nilai yang bersumber dari proses berpikir teratur menggunakan akal manusia dan ikut dengan fakta-fakta yang telah menjadi (logika, rasio).
b) Nilai keindahan, yaitu nilai-nilai yang bersumber dari unsur rasa manusia (perasaan dan estetika).
c) Nilai moral, yaitu nilai sosial yang berkenaan dengan kebaikan dan keburukan, bersumber dari kehendak atau kemauan (karsa dan etika).
d) Nilai religius, yaitu nilai ketuhanan yang berisi kenyakinan/kepercayaan manusia terhadap Tuhan Yang maha Esa.

d. Peran Nilai Sosial
Nilai sosial dalam Idianto M. (2004: 111) memiliki peran sebagai berikut
1. Alat untuk menentukan harga sosial, kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi sosial, misalnya kelompok ekonomi kaya (upper class), kelompok masyarakat menengah (middle class) dan kelompok masyarakat kelas rendah (lower class).
2. Mengarahkan masyarakat untuk berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (berperilaku pantas).
3. Memotivasi dan memberi semangat pada manusia untuk mewujudkan dirinya dalam perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan.
4. Alat solidaritas atau mendorong masyarakat untuk saling bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai sendiri.
5. Pengawas, pembatas, pendorong dan penekan individu untuk selalu berbuat baik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat yang terus berkembang nilai senantiasa akan ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal akan mempengaruhi perubahan tatanan sosial yang ada. Nilai merupakan bagian yang terpenting dari kebudayaan karena suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat.



2. Norma Sosial
a. Pengertian Norma Sosial
Norma-norma kelompok dan norma-norma sosial tidak akan timbul dengan sendirinya tetapi terbentuk di dalam interaksi sosial antar individu di dalam kelompok sosial. Nilai sosial senantiasa terjadi bersamaan dengan adanya interaksi manusia di dalam kelompok. Dengan kata lain, norma sosial adalah hasil dari interaksi sosial antaranggota suatu kelompok.
Oleh karena norma sosial merupakan interaksi dari kelompok, maka nilai sosial sebenarnya sama dengan norma kelompok. Pengertian norma sosial dirumuskan oleh Sherif dalam (Gerungan: 2000: 103) sebagai pengertian umum yang seragam (antaranggota kelompok) mengenai cara-cara tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila mereka dihadapkan dengan situasi yang bersangkut-paut dengan kehidupan kelompok.
Norma sosial merupakan pengertian yang meliputi bermacam-macam hasil interaksi kelompok, baik hasil-hasil interaksi dari kelompok-kelompok yang telah lampau maupun hasil interaksi kelompok yang sedang berlangsung. Termasuk semua nilai sosial, adat istiadat, tradisi, kebiasaan, konvensi, dan lain-lain. Norma sosial adalah patokan-patokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermacam-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norma-norma tingkah laku dan sikap-sikap mengenai segala situasi yang dihadapi oleh anggota-anggota kelompok.
Soetandyo Wignjosoebroto dalam J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto (2004: 24) menyatakan bahwa “norma tidak lain adalah konstruksi-konstruksi imajinasi” (artinya, suatu konstruksi yang hanya ada karena dibayangkan di dalam pikiran-pikiran) dan banyak dipengaruhi oleh daya kreatif mental, namun norma-norma sebagai keharusan, yang bertujuan merealisasikan imajinasi mental kewujud konkrit di alam kenyataan haruslah memahami betul alam realita dan fakta. Sedangkan Soerjono Soekanto (2003: 199-200) menyatakan bahwa “supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat”. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama-kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya.
Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma disebut pula peraturan sosial menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam manjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk sejak lama. Norma tidak boleh dilanggar. Siapa yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma, akan memperoleh hukuman. Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Misalnya, cara makan, bergaul, berpakaian merupakan norma-norma yang menjadi acuan dalam berinteraksi.

b. Tingkat Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat.
1. Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus menerus.
2. Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.
3. Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan lain. Fungsinya sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Fungsi tata kelakuan dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
a) Memberikan batasan pada perilaku individu dalam masyarakat tertentu.
b) Mendorong seseorang agar sanggup menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku di dalam kelompoknya.
c) Membentuk solidaritas antara anggota-anggota masyarakat dan sekaligus memberikan perlindungan terhadap keutuhan dan kerjasama antara anggota-anggota yang bergaul dalam masyarakat.
d) Memberikan seperangkat alat untuk menetapkan harga social dari suatu kelompok.
e) Mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkahlaku.
f) Merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya.
g) Sebagai alat solidaritas bagi kelompok.
h) Sebagai alat kontrol perilaku manusia
4. Adat istiadat (custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena barsifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Adat istiadat menurut koenjaraningrat disebut kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung.

c. Macam Norma Sosial
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek lainnya. Pembagiannya norma sosial adalah sebagai berikut.
1. Norma agama
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran terhadap norma ini dikatakan berdosa.
2. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa yang pula dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
3. Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaiman seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran.
4. Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
5. Norma hukum
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misal pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati) (Idianto M., 2004: 113-115).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat. Sedangkan norma kesopanan, norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh kelompok kecil individu, sedangkan kelompok masyarakat yang lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan sendiri.

RANGKUMAN
• Nilai adalah sesuatu yang ada di masyarakat yang dianggap baik oleh masyarakat tersebut dan berguna sebagai ukuran atau dasar penilaian yang berlaku dalam masyarakat.
• Menurut Notonegoro, nilai sosial dibagi menjadi nilai material, nilai vital dan nilai kerohanian.
• Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma disebut pula peraturan sosial menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam manjalani interaksi sosialnya.
• Tingkatan norma sosial yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adapt istiadat (custom).
• Macam-macam norma sosial yaitu norma agama, kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan, dan norma hokum.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Apakah yang dimaksud dengan nilai sosial ?
2. Apakah yang dimaksud dengan norma ?
3. Sebutkan fungsi norma !
4. Jelaskan empat macam tingkatan norma sosial !
5. Jelaskan pembagian nilai menurut Notonegoro !

TUGAS DAN KEGIATAN
Buatlah diskusi tentang nilai dan norma yang ada dalam sekolah, keluarga dan masyarakat !.

C. PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
1. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan sebagainya. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor :
a. Imitasi
Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
b. Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
c. Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
d. Proses simpati
Sebenarnya merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :
a. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung. Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti secara hanafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadinya hubungan badaniah. Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat menyentuh berbagai pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak. Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :
1) Adanya orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.
2) Ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya.
Kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memkasa anggota-anggotanya menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.
3) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umumu. Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.
Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf, radio, dan sebagainya.

b. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang dilakukannya.
Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehiduapan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing dapat disebaban karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnua. Padahal perkembangan jiwa seseorag banyak ditentuan oleh pergaulannya dengan orang lain.
Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salat satu indrany. Dari beberapa hasil penelitian, ternyata bahwa kepribadian orang-orang mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering kali tertutup sama sekali.
Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial vertikal hampir tak terjadi, terasingnya seseorang dari kasta tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila berada di kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi), dapat pula terjadi.

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial :
a. Proses-proses yang Asosiatif
1) Kerja Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya. Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”.
Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :
a) Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta.
b) Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa.
c) Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu.
d) Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Ada 5 bentuk kerjasama :
a) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
b) Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih
c) Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
d) Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karenamaksud utama adalah untuk mencapat satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.
e) Joint venture, yaitu erjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan sebagainya.

2) Akomodasi (Accomodation)
Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti menunjuk pada suatu keadaan dan menunjuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses di mana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :
a) Mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.
b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer.
c) Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
d) Mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.


Bentuk-bentuk Akomodasi
a) Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
b) Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
c) Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
d) Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
e) Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
f) Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
g) Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Hasil-hasil Akomodasi
a) Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat
Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru.
b) Menekankan Oposisi
Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain
c) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
d) Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
e) Perubahan-perubahan dalam kedudukan
f) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi

3) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
Proses Asimilasi timbul bila ada :
a) Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
b) orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga.
c) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat berikut ini
a) Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama.
b) interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan.
c) Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer.
d) Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :
a) Toleransi.
b) Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi.
c) Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
d) Sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
e) Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
f) Perkawinan campuran (amaigamation).
g) Adanya musuh bersama dari luar.

Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi
a) Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
b) Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga
c) Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
d) Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
e) Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.
f) In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
g) Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
h) Faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi.
Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol.

b. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu :
1) Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Persaingan mempunya dua tipe umum :
a) Bersifat Pribadi; Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
b) Bersifat Tidak Pribadi; Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.
Bentuk-bentuk persaingan :
a) Persaingan ekonomi yaitu timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen
b) Persaingan kebudayaan yaitu dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dan sebagainya.
c) Persaingan kedudukan dan peranan yaitu di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
d) Persaingan ras yaitu merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :
a) Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif
b) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
c) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
d) Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (fungsional).


Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini:
a) Kepribadian seseorang.
b) Kemajuan yaitu Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
c) Solidaritas kelompok yaitu Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
d) Disorganisasi yaitu Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.

2. Kontraversi (Contravetion)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :
a) Umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan, pengacauan rencana.
b) Sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dan sebagainya.
c) Intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain
d) Rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat.
e) Taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain.
Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri dengan kekerasan, provokasi, dan intimidasi.
Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :
a) Kontraversi generasi masyarakat yaitu lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat.
b) Kontraversi seks yaitu menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga.
c) Kontraversi Parlementer yaitu hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dan sebagainya.

Tipe Kontravensi
a) Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk:
 Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle).
 Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle).
b) Antagonisme keagamaan.
c) Kontravensi Intelektual yaitu sikap meninggikan diri dari mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya.
d) Oposisi moral yaitu erat hubungannya dengan kebudayaan.

3. Pertentangan (Pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Sebab-sebab terjadinya pertentangan adalah :
a) Perbedaan antara individu.
b) Perbedaan kebudayaan.
c) perbedaan kepentingan.
d) perubahan sosial.
Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.
Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:
a) Pertentangan pribadi.
b) Pertentangan Rasial yaitu dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentangan.
c) Pertentangan antara kelas-kelas sosial yaitu disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan.
d) Pertentangan politik yaitu menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat.
e) Pertentangan yang bersifat internasional yaitu disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara.
Akibat-akibat bentuk pertentangan
a) Tambahnya solidaritas in-group
b) Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
c) Perubahan kepribadian para individu.
d) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
e) Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak
Baik persaingan maupun pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses sosial disosiatif yang terdapat pada setiap masyarakat. Hal itu terjadi karena setiap individu memiliki kepribadian dan kepentingan yang berbeda-beda.

RANGKUMAN
• Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok.
• Faktor-faktor yang menyebabkan adanya interaksi sosial yaitu imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.
• Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi.
• Bentuk-bentuk interaksi sosial berupa kerjasama, persaingan dan konflik.
• Ada dua proses sosial yang terjadi akibat adanya interaksi sosial yaitu proses asosiatif dan disosiatif. Proses asosiatif meliputi kerja sama, akomodasi dan asimilasi. Sedangkan proses disosiatif meliputi persaingan, kontraversi dan konflik

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan faktor-faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial !
2. Jelaskan bentuk-bentuk interaksi sosial !
3. Jelaskan dua proses sosial akibat adanya interaksi sosial!
4. Sebutkan tujuan dari akomodasi !
5. Mengapa interaksi sosial dikatakan sebagai kunci utama dalah kehidupan sosial ?



TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan tentang perbedaan interaksi dan tindakan sosial dalam kehidupan sehari-hari !.


D. SOSIALISASI
1. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Jenis sosialisasKeluarga sebagai perantara sosialisasi primer. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.

2. Bentuk-bentuk Sosialisasi
a. Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

3. Tipe Sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
b. Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

4. Pola Sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.
a. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
b. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.



5. Proses Sosialisasi Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
a. Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
b. Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
c. Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
d. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. Charles H. Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1) Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2) Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3) Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

6. Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa. Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.


a. Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
b. Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu. Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.

c. Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.

d. Media massa
Media massa merupakan media yang paling memiliki pengaruh yang besar bsgi perkembangan anak. Adapun yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Contoh:
Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
Agen-agen lain yaitu selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
Ketika bayi dilahirkan, dia tidak tahu apa-apa tentang diri dan lingkungannya. Walau begitu, bayi tersebut memiliki potensi untuk mempelajari diri dan lingkungannya. Apa dan bagaimana dia belajar, banyak sekali dipengaruhi oleh lingkungan sosial di mana dia dilahirkan. Kita bisa berbahasa Indonesia karena lingkungan kita berbahasa Indonesia; kita makan menggunakan sendok dan garpu, juga karena lingkungan kita melakukan hal yang sama; Demikian pula apa yang kita makan, sangat ditentukan oleh lingkungan kita masing-masing.
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.

7. Syarat Terjadinya Sosialisasi
Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan kita. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu masyarakat – karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu..Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb. akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama adanya warisan biologikal, dan kedua adalah adanya warisan sosial.
1. Warisan dan Kematangan Biologikal .
Dibandingkan dengan binatang, manusia secara biologis merupakan makhluk atau spesis yang lemah karena tidak dilengkapi oleh banyak instink. Kelebihan manusia adalah adanya potensi untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Warisan biologis yang merupakan kekuatan manusia, memungkinkan dia melakukan adaptasi pada berbagai macam bentuk lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan manusia bisa memahami masyarakat yang senantiasa berubah, sehingga lalu dia mampu berfungsi di dalamnya, menilainya, serta memodifikasikannya. Namun tidak semua manusia mempunyai warisan biologis yang baik, sebab ada pula warisan biologis yang bisa menghambat proses sosialisasi. Manusia yang dilahirkan dengan cacat pada otaknya atau organ tubuh lainnya (buta, tuli/bisu, dan sebagainya.) akan mengalami kesulitan dalam proses sosialisasi. Proses sosialisasi juga dipengaruhi oleh kematangan biologis (biological maturation), yang umumnya berkembang seirama dengan usia biologis manusia itu sendiri. Misalnya, bayi yang usianya empat minggu cenderung memerlukan kontak fisik, seperti ciuman, sentuhan, pelukan. Begitu usianya enambelas minggu maka dia mulai bisa membedakan muka orang lain yang dekat dengan dirinya, dan lalu mulai bisa tersenyum. Pada usia tiga bulan, seorang bayi jangan diminta untuk berjalan atau pun berhitung, berpakaian, dan pekerjaan lainnya. Semua itu akan sia-sia, menghabiskan waktu karena secara biologis, bayi tersebut belum cukup matang. Dengan demikian warisan dan kematangan biologis merupakan syarat pertama yang perlu diperhatikan dalam proses sosialisasi.
2. Lingkungan yang menunjang.
Sosialisasi juga menuntut adanya lingkungan yang baik yang menunjang proses tersebut, di mana termasuk didalamnya interaksi sosial. Kasus di bawah ini dapat dijadikan satu contoh tentang pentingnya lingkungan dalam proses sosialisasi. Susan Curtiss (1977) menaruh minat pada kasus anak yang diisolasikan dari lingkungan sosialnya. Pada tahun 1970 di California ada seorang anak berusia tigabelas tahun bernama Ginie yang diisolasikan dalam sebuah kamar kecil oleh orang tuanya. Dia jarang sekali diberi kesempatan berinteraksi dengan orang lain. Kejadian ini diketahui oleh pekerja sosial dan kemudian Ginie dipindahkan ke rumah sakit, sedangkan orang tuanya ditangkap dengan tuduhan melakukan penganiayaan dengan sengaja. Pada saat akan diadili ternyata ayahnya bunuh diri. Ketika awal berada di rumah sakit, kondisi Ginie sangat buruk. Dia kekurangan gizi, dan tidak mampu bersosialisasi. Setelah dilakukan pengujian atas kematangan mentalnya ternyata mencapai skor seperti kematangan mental anak-anak berusia satu tahun. Para psikolog, ahli bahasa, ahli syaraf di UCLA (Universitas California) merancang satu program rehabilitasi mental Ginie. Empat tahun program tersebut berjalan ternyata kemajuan mental Ginie kurang memuaskan. Para akhli tersebut heran mengapa Ginie mengalami kesukaran dalam memahami prinsip tata bahasa, padahal secara genetis tidak dijumpai cacat pada otaknya. Sejak dimasukan ke rumah sakit sampai dengan usia dua puluh tahun, Ginie dilibatkan dalam lingkungan yang sehat, yang menunjang proses sosialisasi. Hasilnya, lambat laun Ginie mulai bisa berpartisipasi dengan lingkungan sekitarnya.
Penelitian lain dilakukan oleh Rene Spitz (1945). Dia meneliti bayi-bayi yang ada di rumah yatim piatu yang memperoleh nutrisi dan perawatan medis yang baik namun kurang memperoleh perhatian personal. Ada enam perawat yang merawat empat puluh lima bayi berusia di bawah delapan belas bulan. Hampir sepanjang hari, para bayi tersebut berbaring di dalam kamar tidur tanpa ada “human-contact”. Dapat dikatakan, bayi-bayi tersebut jarang sekali menangis, tertawa, dan mencoba untuk bicara. Skor tes mental di tahun pertama sangat rendah, dan dua tahun kemudian penelitian lanjutan dilakukan dan ditemukan di atas sepertiga dari sembilan puluh satu anak-anak meninggal dunia.
Dari apa yang ditemukannya, Spitz menarik kesimpulan bahwa kondisi lingkungan fisik dan psikis seorang bayi pada tahun pertama sangat mempengaruhi pembentukan mentalnya. Bayi pada saat itu sangat memerlukan sentuhan-sentuhan yang memunculkan rasa aman, kehangatan, dan hubungan yang dekat dengan manusia dewasa sehingga bayi dapat tumbuh secara normal di usia-usia selanjutnya.
Apa yang disosialisasikan ?.
Budaya, anak dilahirkan dalam dunia sosial. Mereka merupakan anggota baru di dunia tersebut. Dari kacamata masyarakat, fungsi sosialisasi adalah mengalihkan segala macam informasi yang ada dalam masyarakat tersebut kepada anggota-anggota barunya agar mereka dapat segera dapat berpartisipasi di dalamnya. Berdasarkan pengalaman yang kita miliki, banyak aspek-aspek kehidupan kita relatif stabil dan bisa diprediksi. Jalan-jalan yang cenderung padat di pagi hari, orang berlibur di akhir pekan, anak-anak usia enam tahun mulai bersekolah, tata letak bangunan fisik suatu kota, ada alun-alun, pusat perbelanjaan, terminal bis. Kesemua perilaku masyarakat tadi sudah membentuk satu pola perilaku umum yang secara teratur terjadi setiap hari. Keteraturan yang relatif stabil tersebut mengembangkan satu pola interaksi sebagai satu bentuk dari budaya. Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan hal yang yang diciptakan oleh unit-unit sosial di mana setiap anggota unit sosial tersebut memberikan makna yang relatif sama pada hal-hal tadi; keyakinannya, nilai, norma, pengetahuan, bahasa, pola interaksi, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan sarana fisik, seperti bangunan, mobil, baju, buku.
Komponen atau unsur Budaya Nilai adalah prinsip-prinsip etika yang dipegang dengan kuat oleh individu atau kelompok sehingga mengikatnya dan lalu sangat berpengaruh pada perilakunya. Nilai berkaitan dengan gagasan tentang baik dan buruk, yang dikehendaki dan yang tak dikehendaki. Nilai membentuk norma, yaitu aturan-aturan baku tentang perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap anggota suatu unit sosial sehingga ada sanksi negatif dan positif. Norma sendiri ada berbagai tingkatan , yaitu adat istiadat (folkways) cara makan, cara berpakaian, anggota yang tidak melaksanakannya hanya kena sanksi sosial misalnya dianggap aneh, “nyleneh”; “mores” aturan bisa tidak tertulis namun sanksinya relatif berat misalnya telanjang bulat di depan kelas akan dianggap gila dan hukum (laws) aturannya tertulis dan perlanggarnya bisa diperjarakan. Selain nilai dan norma, satu unsur budaya lainnya adalah peran. Peran atau peranan adalah seperangkat harapan atau tuntutan kepada seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu karena orang tersebut menduduki suatu status sosial tertentu.
Siapa yang mensosialisasikan budaya ?Agen Sosialisasi
Institusi. Institusi adalah satu bentuk unit sosial yang memfokuskan pada pemenuhan satu bentuk kebutuhan masyarakat. Misalnya sekolah, keluarga, agama. Mass-media : koran, majalah, televisi, radio. Individu dan kelompok – kakak, adik, ayah, ibu, teman, guru, kelompok hobi, korpri, dharmawanita, dan sebagainya.
Bagaimana cara mensosialisasikan budaya ?. Sosialisasi melibatkan proses pembelajaran . Pembelajaran tidak sekedar di sekolah formal, melainkan berjalan di setiap saat dan di mana saja. Yang dimaksud dengan belajar atau pembelajaran adalah modifikasi perilaku seseorang yang relatif permanen yang diperoleh dari pengalamannya di dalam lingkungan sosial/ fisik. Seseorang selalu mengucapkan salam pada saat bertemu orang lain yang dikenalnya; perilaku tersebut merupakan hasil belajar yang diperoleh dari lingkungan di mana dia dibesarkan. Demikin pula seorang yang suka makan “jengkol/jering”, mereka belajar dari lingkungannya. Ada tiga teori yang relatif kuat yang dapat menjelaskan proses pembelajaran dalam sosialisasi. Pertama adalah teori pembelajaran sosial (social learning theory), kedua teori perkembangan individu (developmental theory), dan ketiga teori interaksi simbolis (symbolic interaction theory).
Berdasarkan teori pembelajaran sosial, pembelajaran terjadi melalui dua cara. (1) dikondisikan, dan (2) meniru perilaku orang lain. Tokoh utama pendekatan pertama adalah B.F. Skinner (1953), yang terkenal dengan konsep operant conditioning – Berdasarkan berbagai percobaan melalui tikus dan merpati, Skinner memperkenalkan konsepnya tersebut. Perilaku yang sekarang ditampilkan merupakan hasil konsekuensi positif atau negatif dari perilaku yang sama sebelumnya. Seorang anak rajin belajar karena memperoleh hadiah dari orang tuanya. Seorang murid yang mempeoleh nilai baik, dipuji-puji di depan orang banyak. Memuji, memberi imbalan, merupakan cara untuk memunculkan bentuk perilaku tertentu. Memarahi, memberi hukuman, merupakan cara untuk menghilangkan perilaku tertentu. Dengan demikian jika generasi awal ingin melestarikan berbagai bentuk perilaku kepada generasi sesudahnya, maka kepada setiap perilaku yang dianggap perlu dilestarikan harus diberikan imbalan. Seorang anak diminta berdoa sebelum makan, dan setelah selesai berdoa, orang tuanya memujinya. Pendekatan kedua dikenal dengan nama “observational learning”. Tokoh di balik konsep tersebut adalah Albert Bandura. Inti perndekatan ini adalah bahwa perilaku seseorang diperoleh melalui proses peniruan perilaku orang lain. Individu meniru perilaku orang lain karena konsekuensi yang diterima oleh orang lain yang menampilkan perilaku tersebut positif, dalam pandangan individu tadi. Jika kita ingin mensosialisasikan hidup secara teratur, disiplin, maka caranya adalah memberikan contoh. Di samping itu bisa juga menciptakan model yang layak untuk ditiru. Berdasarkan teori-teori perkembangan, pembelajaran, sosialisasi di tahap awal melibatkan serangkaian tahapan. Setiap tahap akan memunculkan bentuk perilaku tertentu dan setiap manusia perilakunya berkembang melalui tahapan yang sama. Misalnya, tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erik Ericson (1950), ada delapan tahapan. Tahap pertama pengembangan rasa percaya pada lingkungan, tahap kedua pengembangan kemandirian, tahap ketiga pengembangan inisiatif, tahap keempat pengembangan kemampuan psikis dan pisik, tahap kelima pengembangan identitas diri. Kelima tahapan tersebut terjadi pada saat sosialisasi di masa kanak-kanak. Tahap perkembangan setelah itu adalah tahap keenam merupakan pengembangan hubungan dengan orang lain secara intim, tahap ketujuh pengembangan pembinaan keluarga/keturunan, dan tahap kedelapan pengembangan penerimaan kehidupan. Interaksi dengan manusia lain dalam proses sosialisasi merupakan satu keharusan. Interaksi senantiasa mengandalkan proses komunikasi, dan salah satu alat komunikasi adalah bahasa. Kapasitas seseorang berbahasa dipengaruhi oleh akar biologis yang sangat dalam, namun pelaksanaan kapasitas tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan budaya di mana kita dibesarkan. Berdasarkan teori perkembangan ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahap pertama adalah di tahun pertama, yaitu tahapan sebelum seorang anak berbahasa (prelinguistic stage). Disebut sebagai “sebelum berbahasa” karena bunyi yang dikeluarkan belum disebut kata-kata. Misalnya : “a-a-a-a, det-det-det, ga-ga-ga, “. Tahap kedua adalah tahap di mana anak sudah mulai belajar berjalan (toddlers). Mulai belajar bicara, misalnya “tu-tu” untuk kata “itu”; “dul” untuk kata “tidur”, “mi-mi” untuk kata “minum”, ddan seterusnya. Di samping bahasa verbal, dalam tahapan itu juga, anak juga sudah mulai menggunakan bahasa nonverbal (body language). Menganggukan kepala untuk mengatakan ya, menunjuk dengan jari untuk mengatakan itu, dsb. Tahap ketiga : sebelum masuk sekolah. Anak sudah bisa bicara dengan kata-kata dan struktur bahasa yang sederhana. dan terbatas pada apa yang diajarkan oleh keluarga. Tahap berikutnya terjadi setelah anak mulai sekolah. Dalam tahapan ini anak memperoleh perbendaharaan kata yang lebih banyak. Mereka juga belajar menyusun kata-kata secara lebih benar sesuai dengan ejaan yang secara umum digunakan oleh masyarakat luas. Selain perkembangan dalam hal-hal tersebut sebelumnya, manusia mengalami perkembangan moral (moral development). Salah satu konsep yang banyak dibahas adalah terori yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg (1984).
Berdasarkan teori interaksi simbolis. Asal teori ini dari disiplin sosiologi, yaitu satu teori yang memusatkan pada kajian tentang bagaimana individu menginterpretasikan dan memaknakan interaksi-interaksi sosialnya. Di dalam teori ini ditekankan bagaimana peran aktif seorang anak dalam sosialisasi. Sejak masa kanak-kanak, kita belajar mengembangkan kemampuan diri (mengevaluasi diri, memotivasi diri, mengendalikan diri). Menurut Herbert Mead (1934) ada tiga proses tahapan pengembangan diri yang memungkinkan seorang anak menjadi mampu berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial. Tahap pertama adalah preparatory stage, tahap kedua play stage, dan tahap terakhir adalah game stage. Pada tahapan pertama, anak belum mampu memandang perilakunya sendiri. Mereka meniru perilaku orang lain yang ada di sekitarnya dan mencoba memberikan makna. Anak juga mulai belajar menangkap makna dari bahasa yang digunakannya. Pada tahapan kedua, anak mulai belajar berperan seperti orang lain. Berperilaku seperti ayahnya, ibunya, guru, dsb. Melalui bermain peran yang beraneka ragam itu anak mempelajari pola-pola perilaku individu lainnya. Tahap ketiga merupakan tahapan di mana anak melatih ketrampilan sosialnya. Dia belajar bagaimana memenuhi harapan orang lain yang jumlahnya tidak hanya satu. Memenuhi harapan teman-temannya, kelompok bermainnya, kelompok belajarnya, dan sebagainya.

8. Proses dan Tujuan Sosialisasi
Proses sosialisasi pada hakikatnya adalah proses belajar berinteraksi bagi individu di tengah-tengah masyarakat. Dalam arti luas proses sosialisasi adalah proses komunikasi dan proses interaksi yang dilakukan oleh seorang individu selama hidupnya sejak lahir sampai dengan meninggal.
Sosialisasi pada dasarnya bertujuan agar seorang individu mampu berinteraksi denagn orang lain sesuai dengan tata pergaulan yang ada dalam masyarakatnya. Tetapi pada hakikatnya sosialisasi merupakan proses alamiah yang harus dijalani oleh setiap orang untuk mencapai kedewasaan perilaku sosial.
Hal-hal yang diperoleh dalam proses sosialisasi adalah pengetahuan-pengetahuan untuk membekali seorang individu dalam melaksanakan pergaulan di tengah-tengah masyarakat antara lain :
a. Untuk mengetahui nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat.
b. Untuk mengetahui lingkungan sosial baik lingkungan sosial tempat individu bertempat tinggal termasuk lingkungan sosial yang baru.
c. Untuk mengetahui lingkungan fisik yang baru.
d. Untuk mengetahui lingkungan sosial budaya suatu masyarakat.

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi
a. Faktor Eksternal
Sejak manusia dilahirkan manusia telah mendapat pengaruh dari lingkungan di sekitarnya yang disebut faktor eksternal. Faktor eksternal pada dasarnya merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang melakukan proses sosialisasi tersebut. Faktor eksternal ini dapat berupa norma-norma, sistem sosial, sistem budaya, sistem mata pencarian yang ada di dalam masyarakat.
b. Faktor Internal
Sejak lahir manusia itu sesungguhnya telah memiliki pembawaan. Pembawaan berupa bakat, ciri-ciri fisik dan kemampuan-kemapun khusus dari orang tuanya. Pada hakikatnya faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang melakukan proses sosialisasi tersebut. Wujud nyata dari faktor internal antara lain dapat berupa pembawaan-pembawaan ataupun warisan biologis termasuk kemampuan-kemampuan yang ada pada diri seseorang.

10. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian
a. Faktor Warisan Biologis (Pembawaan)
Warisan biologis dapat berupa :
1) Ciri-ciri fisik seperti raut muka, warna kulit, postur tubuh.
2) Golongan darah.
3) Bakat-bakat.
4) Sifat-sifat khas.
b. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan keluarga dan kerabat
2) Lingkungan pendidikan
3) Lingkungan pergaulan (lingkungan kerja)
4) Media massa
5) Lingkungan masyarakat luas

11. Hubungan Pembentukan Kepribadian Dengan Kebudayaan
Kebudayaan dapat berwujud :
1. Sistem Ide (gagasan)
2. Sistem Aktivitas (perilaku Sosial)
3. Benda-benda Konkrit (artefak)
Pada dasarnya etos kebudayaan adalah watak khas dari suatu masyarakat yang dapat terpancar dari perilaku warga masyarakatnya. Misalnya dalam bentuk bahasa, pakaian adat, kesenian, pola pikir, dan lain-lain. Dari sini jelaslah bahwa kepribadian mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kebudayaan setempat dan selanjutnya kebudayaan setempat berangsur-angsur akan dipengaruhi bahkan direvisi oleh pribadi-pribadi yang ada pada masyarakat tersebut.

Hubungan kebudayaan dan kepribadian









Bagan Keterkaitan antara Kepribadian dengan Kebudayaan















RANGKUMAN
• Sosialisasi adalah proses belajar individu untuk mengenal dan menghayati nilai dan norma sosial sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakat. Sosialisasi berlangsung terus menerus pada tiap-tiapa masyarakat. Dengan proses sosialisasi itulah seseorang menjadi tahu bagaimana ia harus bertingkah laku dan berkepribadian.
• Sosialisasi ada dua bentuk yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder yang masing-masing berlangsung pada masa anak-anak, masa remaja, dan masa dewasa.
• Dalam sosialisasi terbentuklah kepribadian seseorang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Proses sosialisasi dipengaruhi oleh beberapa factor intrinsik dan ekstrinsik. Media sosialisasi dalam pembentukan kepribadian meliputi keluarga, lingkungan sekolah, kelompok bermain, lingkungan kerja dan media massa.
• Kepribadian sangat dipengaruhi oleh pembawaan seseorang dan lingkungan, corak budaya yang ada dalam masyarakat di mana dia berada. Struktur budaya yang ada memang tidak semuanya akan diserap dan diterima oleh individu, tetapi setidaknya ada nilai-nilai tertentu yang dipedomani dan dijadikan dasar untuk menentukan sikap atau perilaku dalam bertindak sehari-hari sehingga membentuk suatu cirri khas perilaku yang disebut kepribadian.


EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan empat macam tujuan sosialisasi !
2. Mengapa sosialisasi primer memegang peranan penting bagi perkemnagan moral, nilai-nilai dan norma sosial ? Berikan contohnya !
3. Jelaskan mengapa orang yang cacat kemungkinan mengalami kendala-kendala dalam proses sosialisasi !
4. Jelaskan apa saja yang dipelajari seseorang dalam proses sosialisasi !
5. Jelaskan pengaruh sosialisasi sekunder bagi perkembangan pribadi seseorang !


TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan tentang media televisi sebagai media sosialisasi yang amat penting saat ini !.









E. PENYIMPANGAN SOSIAL
1. Pengertian Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar pernah kita alami atau kita lakukan. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat.
Definisi-definisi penyimpangan sosial:
a. James W. Van Der Zanden:
Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.
b. Robert M. Z. Lawang:
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
c. Lemert (1951):
Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk:
1). Penyimpangan Primer (Primary Deviation)
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya: Menunggak iuran listrik dan telepon, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan ngebut di jalanan.

2). Penyimpangan Sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang yang secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang tersebut, karena merupakan tindakan pengulangan dari penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya: Pemabuk, pengguna obat-obatan terlarang, pemerkosa, pelacuran, pembunuh, perampok dan penjudi.

2. Faktor-faktor Penyimpangan Sosial
a. Menurut James W. Van Der Zanden
Faktor-faktor penyimpangan sosial adalah sebagai berikut:
1). Longgar/tidaknya nilai dan norma.
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran longgar tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma dan nilai sosial masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat yang lain. Misalnya: kumpul kebo di Indonesia dianggap penyimpangan, di masyarakat barat merupakan hal yang biasa dan wajar.
2). Sosialisasi yang tidak sempurna.
Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di masyarakat seorang pemimpin idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi teladan namun kadangkala terjadi pemimpin justru memberi contoh yang salah, seperti melakukan KKN. Karena masyarakat mentolerir tindakan tersebut maka terjadilah tindak perilaku menyimpang.
3). Sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang.
Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub kebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan/ pada umumnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, karena umumnya mereka sibuk dengan usaha memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (makan), sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, buang sampah sembarangan dan sebagainya. Hal itu oleh masyarakat umum dianggap perilaku menyimpang.

b. Menurut Casare Lombroso
Perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor:
1). Biologis
Misalnya orang yang lahir sebagai pencopet atau pembangkang. Ia membuat penjelasan mengenai “si penjahat yang sejak lahir”. Berdasarkan ciri-ciri tertentu orang bisa diidentifikasi menjadi penjahat atau tidak. Ciri- ciri fisik tersebut antara lain: bentuk muka, kedua alis yang menyambung menjadi satu dan sebagainya.
2). Psikologis
Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang dialami seseorang.
3). Sosiologis
Menjelaskan sebab terjadinya perilaku menyimpang ada kaitannya dengan sosialisasi yang kurang tepat. Individu tidak dapat menyerap norma-norma kultural budayanya atau individu yang menyimpang harus belajar bagaimana melakukan penyimpangan.

3. Jenis-Jenis Penyimpangan
a. Penyimpangan Individual (Individual Deviation)
Penyimpangan individual merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang yang berupa pelanggaran terhadap norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Penyimpangan ini disebabkan oleh kelainan jiwa seseorang atau karena perilaku yang jahat/tindak kriminalitas. Penyimpangan yang bersifat individual sesuai dengan kadar penyimpangannyadapat dibagi menjadi beberapa hal, antara lain:
1) Tidak patuh nasihat orang tua agar mengubah pendirian yang kurang baik, penyimpangannya disebut pembandel.
2) Tidak taat kepada peringatan orang-orang yang berwenang di lingkungannya, penyimpangannya disebut pembangkang.
3) Melanggar norma-norma umum yang berlaku, penyimpangannya disebut pelanggar.
4) Mengabaikan norma-norma umum, menimbulkan rasa tidak aman/tertib, kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya, penyimpangannya disebut perusuh atau penjahat.

Kategori Penyimpangan Individual
Kategori tindak penyimpangan individual antara lain sebagai berikut :
1) Penyalahgunaan narkoba
Merupakan bentuk penyelewengan terhadap nilai, norma sosial dan agama. Contoh pemakaian obat terlarang/narkoba antara lain:
a) Narkotika (candu, ganja, putau)
b) Psikotropika (ectassy, magadon, amphetamin)
c) Alkoholisme.
2) Proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Apabila seseorang dalam kehidupannya mengalami sosialisasi yang tidak sempurna, maka akan muncul penyimpangan pada perilakunya. Contohnya: seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh lingkungannya yang banyak melakukan tidak ketidakjujuran, pelanggaran, pencurian dan sebagainya.
3) Pelacuran
Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan menyerahkan diri kepada umum untuk dapat melakukan perbuatan seksual dengan mendapatkan upah. Pelacuran lebih disebabkan oleh tidak masaknya jiwa seseorang atau pola kepribadiannya yang tidak seimbang. Contoh: seseorang menjadi pelacur karena mengalami masalah (ekonomi, dan keluarga.)
4) Penyimpangan seksual
Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan seseorang. Beberapa jenis penyimpangan seksual:
a) Lesbianisme dan Homosexual
b) Sodomi
c) Transvestitisme
d) Sadisme
e) Pedophilia
f) Perzinahan
g) Kumpul kebo
5) Tindak kejahatan/kriminal
Tindakan yang bertentangan dengan norma hukum, sosial dan agama. Yang termasuk ke dalam tindak kriminal antara lain: pencurian, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, perampokan dan pemerkosaan.
6) Gaya hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari perilaku umum atau biasanya. Penyimpangan ini antara lain:
a) Sikap arogansi
Kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kepandaian, kekuasaan, kekayaan dsb.
b) Sikap eksentrik
Perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap aneh, misalnya laki-laki beranting di telinga, rambut gondrong dsb.

b. Penyimpangan Kolektif (Group Deviation)
Penyimpangan kolektif yaitu: penyimpangan yang dilakukan secara bersama- sama atau secara berkelompok. Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang beraksi secara bersama-sama (kolektif). Mereka patuh pada norma kelompoknya yang kuat dan biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan yang dilakukan kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh pergaulan/teman. Kesatuan dan persatuan dalam kelompok dapat memaksa seseorang ikut dalam kejahatan kelompok, supaya jangan disingkirkan dari kelompoknya.
Penyimpangan yang dilakukan secara kelompok/kolektif antara lain:
a. Kenakalan remaja
Remaja memiliki keinginan membuktikan keberanian dalam melakukan hal-hal yang dianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan tindakan-tindakan menyerempet bahaya, misalnya kebut-kebutan dan membentuk geng-geng yang membuat onar.
b. Tawuran/perkelahian pelajar
Perkelahian antar pelajar termasuk jenis kenakalan remaja yang pada umumnya terjadi di kota-kota besar sebagai akibat kompleknya kehidupan di kota besar. Demikian juga tawuran yang terjadi antar kelompok/etnis/warga yang akhir-akhir ini sering muncul. Tujuan perkelahian bukan untuk mencapai nilai yang positif, melainkan sekedar untuk balas dendam atau pamer kekuatan/unjuk kemampuan.
c. Penyimpangan kebudayaan
Ketidakmampuan menyerap norma-norma kebudayaan kedalam kepribadian masing-masing individu dalam kelompok maka dapat terjadi pelanggaran terhadap norma-norma budayanya. Contoh: tradisi yang mewajibkan mas kawin yang tinggi dalam masyarakat tradisional banyak ditentang karena tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.




4. Dampak Penyimpangan Sosial
a. Dampak Penyimpangan Sosial Terhadap Diri Sendiri/ Individu
Seseorang yang melakukan tindak penyimpangan oleh masyarakat akan dicap sebagai penyimpang (devian). Sebagai tolok ukur menyimpang atau tidaknya suatu perilaku ditentukan oleh norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Setiap tindakan yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat akan dianggap sebagai penyimpangan dan harus ditolak. Akibat tidak diterimanya/ditolak perilaku individu yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat, maka berdampaklah bagi si individu tersebut hal-hal sebagai berikut:
1) Terkucil
Umumnya dialami oleh pelaku penyimpangan individual, antara lain pelaku penyalahgunaan narkoba, penyimpangan seksual, tindak kejahatan/kriminal. Pengucilan kepada pelaku penyimpangan dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan supaya pelaku penyimpangan menyadari kesalahannya dan tindak penyimpangannya tidak menulari anggota masyarakat yang lain. Pengucilan dalam berbagai bidang, antara lain: hukum, adat/budaya dan agama. Pengucilan secara hukum, melalui penjara, kurungan, dsb. Pengucilan melalui agama, pada agama tertentu (contohnya: Katolik) ada hak-hak tertentu yang tidak boleh diterima oleh si pelaku penyimpangan, misalnya tidak boleh menerima sakramen tertentu bilamana seseorang melakukan tindakan penyimpangan (berdosa).
2) Terganggunya perkembangan jiwa
Secara umum pelaku penyimpangan sosial akan tertekan secara psikologis karena ditolak oleh masyarakat. Baik penyimpangan ringan maupun penyimpangan berat akan berdampak pada terganggunya perkembangan mental atau jiwanya, terlebih-lebih pada penyimpangan yang memang diakibatkan dan yang mempunyai sasaran pada jaringan otaknya, misalnya pada pelaku penyalahgunaan narkoba dan kelainan seksual.
3) Rasa bersalah
Sebagai manusia yang merupakan mahluk yang berakal budi, mustahil seorang pelaku tindak penyimpangan tidak pernah merasa malu, merasa bersalah bahkan merasa menyesal telah melanggar nilai-nilai dan norma masyarakatnya. Sekecil apapun rasa bersalah itu pasti akan muncul karena tindak penyimpangan tersebut telah merugikan orang lain, hilangnya harta benda bahkan nyawa.

b. Dampak Penyimpangan Sosial Terhadap Masyarakat/kelompok
Seorang pelaku penyimpangan senantiasa berusaha mencari kawan yang sama untuk bergaul bersama, dengan tujuan supaya mendapatkan ‘teman’. Lama- kelamaan berkumpullah berbagai individu pelaku penyimpangan menjadi penyimpangan kelompok, akhirnya bermuara kepada penentangan terhadap norma masyarakat. Dampak yang ditimbulkan selain terhadap individu juga terhadap kelompok/masyarakat.
1) Kriminalitas
Tindak kejahatan, tindak kekerasan seorang kadangkala hasil penularan seorang individu lain, sehingga tindak kejahatan akan muncul berkelompok dalam masyarakat. Contoh: seorang residivis dalam penjara akan mendapatkan kawan sesama penjahat, sehingga sekeluarnya dari penjara akan membentuk kelompok penjahat, sehingga dalam masyarakat muncullah kriminalitas-kriminalitas baru.
2) Terganggunya keseimbangan sosial
Robert K. Merton mengemukakan teori yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang itu merupakan penyimpangan melalui struktur sosial. Karena masyarakat merupakan struktur sosial, maka tindak penyimpangan pasti akan berdampak terhadap masyarakat yang akan mengganggu keseimbangan sosialnya. Contoh: pemberontakan, pecandu obat bius, gelandangan, dan pemabuk.


3) Pudarnya nilai dan norma
Pelaku penyimpangan jika tidak mendapatkan sangsi yang tegas dan jelas, maka muncullah sikap apatis pada pelaksanaan nilai-nilai dan norma dalam masyarakat. Sehingga nilai dan norma menjadi pudar kewibawaannya untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat. Juga karena pengaruh globalisasi di bidang informasi dan hiburan memudahkan masuknya pengaruh asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia mampu memudarkan nilai dan norma, karena tindak penyimpangan sebagai aksesnya. Contoh; pengaruh film-film luar yang mempertontonkan tindak penyimpangan yang dianggap hal yang wajar di sana, akan mampu menimbulkan orang yang tidak percaya lagi pada nilai dan norma di Indonesia.

5. Usaha Mengantisipasi dan Mengatasi Penyimpangan Sosial
a. Upaya-upaya Mengantisipasi Penyimpangan Sosial
Antisipasi adalah usaha sadar yang berupa sikap, perilaku atau tindakan yang dilakukan seseorang melaui langkah-langkah tertentu untuk menghadapi peristiwa yang kemungkinan terjadi. Jadi sebelum tindak penyimpangan terjadi atau akan terjadi seseorang telah siap dengan berbagai perisai untuk menghadapinya.
Upaya mengantisipasi tersebut melalui:
1) Penanaman nilai dan norma yang kuat
Penanaman nilai dan norma pada seseorang individu melalui proses sosialisasi. Adapun tujuan proses sosialisasi antara lain sebagai berikut:
a) Pembentukan konsep diri
b) Pengembangan keterampilan
c) Pengendalian diri
d) Pelatihan komunikasi
e) Pembiasaan aturan.

Melihat tujuan sosialisasi tersebut jelas ada penanaman nilai dan norma. Apabila tujuan sosialisasi tersebut terpenuhi pada seseorang individu dengan ideal, niscaya tindak penyimpangan tidak akan dilakukan oleh si individu tersebut.
2) Pelaksanaan Peraturan Yang Konsisten
Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakekatnya adalah usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai sarana/alat penindak laku penyimpangan. Namun apabila peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak konsisten justru akan dapat menimbulkan tindak penyimpangan. Apa yang dimaksud dengan konsisten? Konsisten adalah: satu dan lainnya saling berhubungan dan tidak bertentangan atau apa yang disebut dengan ajeg.
3) Berkepribadian Kuat dan Teguh
Menurut Theodore M. Newcomb kepribadian adalah kebiasaan, sikap-sikap dan lain-lain, sifat yang khas yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Seseorang disebut berkepribadian, apabila seseorang tersebut siap memberi jawaban dan tanggapan (positif) atas suatu keadaan. Apabila seseorang berkepribadian teguh ia akan mempunyai sikap yang melatarbelakangi semua tindakannya. Dengan demikian ia akan mempunyai pola pikir, pola perilaku, pola interaksi yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya.

b. Upaya-upaya Mengatasi Penyimpangan Sosial
Sebelum kita menemui penyimpangan sosial terjadi dalam masyarakat, secara pribadi individu hendaklah sudah berupaya mengantisipasinya. Namun, apabila penyimpangan sosial terjadi juga, kita masing-masing berusaha untuk mengatasinya.
Langkah-langkah yang dapat lakukan.
1) Sanksi yang tegas
Sanksi adalah persetujuan atau penolakan terhadap perilaku tertentu. Persetujuan adalah sanksi positif, sedangkan penolakan adalah sanksi negatif yang mencakup pemulihan keadaan, pemenuhan keadaan dan hukuman. Sanksi diperlukan untuk menjamin tercapainya tujuan dan dipatuhinya norma-norma. Pada pelaku penyimpangan sudah selayaknya mendapatkan sanksi yang tegas berupa hukuman yang tegas sesuai dengan undang-undang yang berlaku demi pemulihan keadaan masyarakat untuk tertib dan teratur kembali.
2) Penyuluhan-penyuluhan
Melalui jalur penyuluhan, penataran ataupun diskusi-diskusi dapat disampaikan kepada masyarakat penyadaran kembali pelaksanaan nilai, norma dan peraturan yang berlaku. Kepada pelaku penyimpangan sosial kesadaran kembali untuk berlaku sesuai dengan nilai, norma dan peraturan yang berlaku yang telah dilanggarnya, harus melalui penyuluhan secara terus menerus dan berkesinambungan. Terlebih-lebih pada pelaku tindak kejahatan/ kriminal. Peran lembaga-lembaga agama, kepolisian, pengadilan, Lembaga Permasyarakatan (LP) sangat diharapkan untuk mengadakan penyuluhan- penyuluhan tersebut.
3) Rehabilitasi sosial
Untuk mengembalikan peranan dan status pelaku penyimpangan ke dalam masyarakat kembali seperti keadaan sebelum penyimpangan terjadi, itulah yang dimaksud dengan Rehabilitasi. Panti-panti rehabilitasi sosial sangat dibutuhkan untuk pelaku penyimpangan tertentu, misalnya Panti Rehabilitasi Anak Nakal, Pecandu Narkoba, dan Wanita Tuna Susila.

c. Sikap Yang Cocok Dalam Menghadapi Penyimpangan Sosial
1) Tidak mudah terpengaruh
Jika seseorang mempunyai kepribadian yang kuat dan teguh niscaya kita tidak mudah atau gampang terpengaruh pada hal-hal yang tidak baik atau menyimpang. Seandainya setiap insan/individu masing-masing mempunyai kepribadian yang matang, maka pengaruh buruk tidak akan bisa membuatnya berperilaku menyimpang, dunia ini akan damai, tenang dan tentram.
2) Berpikir positif (Positive Thinking)
Segala sesuatu yang kita pikirkan hendaknya mengenai hal-hal yang baik- baik saja (positif). Dengan berpikir positif maka kita akan berperilaku dan berbuat hal yang positif pula. Penyimpangan sosial tidak akan muncul dari individu-individu yang berpikir positif (positive thinking). Kepada pelaku tindak penyimpangan kita juga harus mampu menunjukkan sikap positive thinking, sehingga pelaku penyimpangan tersebut akan mampu dan mau meneladani kita, yang pada akhirnya dia akan tidak lagi berperilaku menyimpang.
3) Mengurangi Arogansi dan Sikap Eksentrik
Tanpa adanya kesombongan dan menonjolkan sifat unik/eksentrik kita, maka tindakan/pelaku penyimpangan tidak akan muncul. apabila kita memiliki dua sikap tersebut akan menimbulkan tindakan penyimpangan serta pelaku penyimpang yang lain akan merasa dirinya tersaingi sehingga ia akan berbuat lagi penyimpangan demi penyimpangan. Pemahaman merupakan usaha mengantisipasi dan mengatasi penyimpangan sosial. Pemahaman dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Penanaman misalnya dilarang merokok, penyalahgunaan narkoba, nilai dan norma, pendidikan seks, seks pra nikah, pendidikan agama, tindak kejahatan/kriminal
b) Pelaksanaan aturan keluarga, tata tertib sekolah yang disiplin
c) Berkepribadian dengan melakukan kebiasaan baik, sikap terpuji, dan mandiri.
d) Melakukan sosialisasi dengan penyuluhan-penyuluhan.
e) Melakukan rehabilitasi agar bisa sembuh dari penyakit sosial yang dideritanya.
RANGKUMAN
• Perilaku menyimpang berhubungan dengan conformity yang berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai masyarakat.
• Adapun deviation adalah penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat.
• Penyimpangan periaku dilihat dari sifatnya terbagi atas penyimpangan yang bersifat statis, patologis, psikis, medis dan sosiologis.
• Perilaku menyimpang yang terjadi di Indonesia antara lain penyalahgunaan narkotik dan obat-obatan terlarang, perkelahian pelajar dan perilaku seksual di luar nikah.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang adalah faktor ekonomi, religius dan organisasi kemasyarakatan.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan tentang pengaruh media massa sebagai penyebab terjadinya perilaku menyimpang !
2. Jelaskan perbedaan perilaku menyimpang antara orang yang mabuk dengan orang yang mengalami gangguan jiwa !
3. Mengapa pendidikan sekolah sangat mempengaruhi kepribadian seseorang?
4. Sebutkan empat macam perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan remaja !
5. Bagaimana usaha pencegahan untuk mengurangi penyalahgunaan narkotik?

TUGAS DAN KEGIATAN
Buatlah diskusi tentang perilaku manusia yang sedang berkembang dan berpotensi menjadi perilaku menyimpang lain !

F. PENGENDALIAN SOSIAL
1. Pengertian Pengendalian Sosial
Manusia dalam kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam berinteraksi tersebut adakalanya timbul masalah, misalnya terjadi salah paham lalu berkelahi. Bagaimana kalau timbul masalah ?. Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu keseimbangan sosial ( social equilibrium). Untuk menciptakan keseimbangan sosial tersebut diperlukan upaya menghilangkan penyimpangan-penyimpangan sosial. Berikut ini beberapa definisi tentang pengendalian sosial. Menurut Berger (1978). Pengendalian Sosial adalah: berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Roucek (1965) mengemukakan bahwa Pengendalian Sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial ( Social Control).

2. Cakupan Pengendalian Sosial
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Yang terlibat dalam pengendalian sosial bisa seorang individu atau kelompok individu/manusia. Contohnya sebagai berikut:
a. Pengawasan antar individu.
Contoh: Amir menyuruh adiknya agar berhenti berteriak-teriak, Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi, dan Polisi memerintahkan memakai helm pada seorang pengendara sepeda motor.
Dari contoh di atas Amir, Tono dan Polisi sebagai individu (manusia seorang diri) pengendali sosial, yang mengendalikan individu lain.


b. Pengawasan individu dengan kelompok.
Contoh: Guru mengawasi ujian di kelas, Polisi mengatur lalu lintas dan Bapak memerintah anak-anaknya untuk segera belajar daripada ribut terus.
Dari contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna jalan dan anak-anak.
c. Pengawasan kelompok dengan individu.
Contoh: Bapak dan Ibu Pranoto selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya, sekelompok orang menyuruh turun pada seorang anak yang memanjat tiang listrik, dan kawanan massa menghajar seorang pencopet.
Dari contoh di atas Bapak dan Ibu, sekelompok orang dan kawanan massa merupakan kelompok pengendali sosial terhadap seorang individu, yaitu anak tunggal, seorang anak dan seorang pencopet.
d. Pengawasan antar kelompok.
Contoh: Dua perusahaan yang melakukan joint venture (patungan) selalu
melakukan saling pengawasan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan dua atau lebih negara berkembang bergabung dalam pengawasan peredaran obat-obatan terlarang. Dari contoh di atas, ada kelompok orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai pengendali sosial kelompok lain yaitu perusahaan, Depdiknas dan negara berkembang. Demikianlah, Anda kini telah mengetahui 4 hal cakupan pengendalian sosial. Cobalah cari contoh-contoh lain agar Anda lebih memahaminya.

3. Sifat Pengendalian Sosial
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku anggotanya? Ada 2 sifat yang dipakai dalam pengendalian sosial. Dua sifat dalam pengendalian sosial tersebut yaitu :
a. Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran.
Contoh: Untuk mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh anak-anaknya tidak bermain di luar rumah, tidak bosan-bosannya guru menasehati murid-muridnya untuk segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di jalanan; untuk menghindari terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat narkoba.
b. Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan ( deviasi). Pengendalian sosial ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan penyimpangan.
Contoh: Berulangkali Ibu Tono menasehati agar Tono tidak berkelahi, namun suatu hari kemudian Tono berkelahi juga. Betulkah itu contoh pengendalian social represif? Jelas itu salah! Mengapa? Karena nasehat kepada Tono dilakukan sebelum Tono berkelahi. Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya : Hakim menjatuhkan hukuman kepada terpidana, Pak Rudi di PHK karena korupsi. Dari contoh tersebut, terpidana dan Pak Rudi mendapat hukuman dan PHK setelah melakukan tindakan penyimpangan. sosial.

4. Tujuan Pengendalian Sosial
Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan, menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya perubahan.
Ada 4 cakupan pengendalian sosial yaitu:
a. Pengendalian sosial antar individu
b. Pengendalian sosial individu terhadap kelompok
c. Pengendalian sosial kelompok terhadap individu
d. Pengendalian sosial antar kelompok.

5. Teknik-teknik Pengendalian Sosial.
a. Cara Persuasif
Cara persuasif lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan menghimbau. Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan. Contoh:
1) Para tokoh masyarakat membina warganya dengan memberi nasehat kepada warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya.
2) Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3) Seorang guru membimbing dan membina muridnya yang ketahuan merokok di sekolah. Guru tersebut dengan penuh kewibawaan dan kesabaran menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan dan juga merugikan orang lain, selain itu juga merupakan pemborosan.

b. Cara Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif, contoh:
1) Agar para perampas sepeda motor jera akan perbuatannya, maka ketika tertangkap masyarakat langsung mengeroyoknya. Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2) Peraturan hukum dari negara tertentu yang memberlakukan hukuman cambuk, rajam, bahkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan, agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat jera dan takut melakukan tindak kejahatan.

c. Cara Pengendalian Sosial Melalui Sosialisasi
Cara pengendalian sosial melalui sosialisasi dikemukakan oleh Froman pada tahun 1944 sebagai berikut: “Jika suatu masyarakat ingin berfungsi secara efisien, maka mereka harus melakukan perannya sebagai anggota masyarakat”. Melalui sosialisasi mereka dapat menjalankan peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Misalnya, sejak kecil seseorang dididik melakukan kewajiban yang ada di lingkungan keluarga seperti membersihkan rumah dan merapikan kamar, lambat laun akan timbul rasa senang dalam diri anak tersebut jika sudah melakukan kewajibannya. Apabila si anak tersebut sudah besar dan hidup di lingkungan yang lebih luas, ia akan terbiasa berperan sesuai dengan status yang ia sandang. Melalui sosialisasi seseorang diharapkan dapat menghayati (menginternalisasikan) norma-norma, nilai di masyarakat dan menerapkan dalam perilakunya sehari-hari.



d. Cara Pengendalian Sosial Melalui Tekanan Sosial.
Cara pengendalian sosial melalui tekanan sosial dikemukakan oleh Lapiere pada tahun 1954. Lapiere berpendapat bahwa pengendalian sosial merupakan suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Kelompok akan sangat berpengaruh jika anggotanya sedikit dan akrab. Keinginan kelompok dapat digunakan untuk menerapkan norma-norma yang ada agar para anggotanya dapat merealisasikannya. Misalnya, pandangan masyarakat konservatif yang masih menganggap perlu diadakannya upacara adat secara seremonial. Mereka cenderung tetap melaksanakannya daripada melanggarnya.

6. Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial
Bentuk-bentuk pengendalian sosial antara lain:
a. Desas-desus (Gosip)
Merupakan “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mendongkrak popularitas seseorang, misalnya artis, dan pejabat..
b. Teguran
Merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Misalnya, seorang guru menegurmuridnya yang sering ngobrol pada waktu belajar di kelas. Adakalanya juga memberikan surat pemanggilan orang tuanya untuk ke sekolah.


c. Hukuman ( Punishment)
Adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.
d. Pendidikan
Pengendalian sosial yang telah melembaga baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Seseorang yang berhasil di dunia pendidikan akan merasa kurang enak dan takut apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang bahkan melanggar peraturan. Contoh: setelah Tono terpilih menjadi pelajar teladan ia sangat menjaga perilakunya dengan baik, untuk tidak melanggar tata tertib, bertutur kata baik, mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar dengan penuh tanggung jawab.
e. Agama
Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk agama seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. Contoh: jika seseorang meyakini dan patuh pada agamanya, maka dengan sendirinya perilakunya terkendali jauh dari perilaku menyimpang atau melanggar peraturan. Misalnya, tidak akan memfitnah, korupsi, berjudi, dan mencuri.
f. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik akan dijalankan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu.
Contoh: Pencuri dihajar massa dan tidak diserahkan pada polisi, rumah dukun santet dibakar dan petugas keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.

7. Konsekuensi Pengendalian Sosial
a. Fungsi Pengendalian Sosial
Fungsi pengendalian sosial ada 2 hal pokok, yaitu:
1) Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma. Usaha ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan, sadar hukum dan sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2) Mempertebal kebaikan norma. Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai terpuji, contohnya cerita Malin Kundang, cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya. Dengan demikian dalam pelaksanaan pengendalian sosial diperlukan sarana atau alat yang berupa lembaga atau pranata sosial.
b. Peranan Pranata Sosial atau Lembaga Sosial Dalam Pengendalian Sosial.
Peranan lembaga sosial atau pranata sosial dalam pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat adalah sangat besar dan dibutuhkan, khususnya terhadapperilaku yang menyimpang demi keseimbangan sosial. Terlebih dahulu marilah kita perjelas pengertian lembaga sosial atau pranata sosial. Lembaga sosial merupakan wadah/tempat dari aturan-aturan khusus, wujudnya berupa organisasi atau asosiasi. Contohnya KUA, mesjid, sekolah, partai, CV, dan sebagainya. Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota masyarakat agar hidup aman, tenteram dan harmonis. Dengan bahasa sehari-hari kita sebut “aturan main/cara main”. Jadi peranan pranata sosial sebagai pedoman kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan sosial. Pranata sosial merupakan kesepakatan tidak tertulis namun diakui sebagai aturan tata perilaku dan sopan santun pergaulan. Contoh: kalau makan tidak berbunyi, di Indonesia pengguna jalan ada di kiri badan jalan, tidak boleh melanggar hak orang lain, dan sebagainya. Jadi lembaga sosial bersifat konkret, sedangkan pranata sosial bersifat abstrak, namun keduanya saling berkaitan. Pranata sosial atau lembaga sosial apa yang terdapat dalam masyarakat yang dipakai sebagai pengendalian sosial? Pengendalian sosial itu dapat dilakukan oleh:
1) Polisi
Polisi sebagai aparat negara, bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Peran Polisi bukan hanya menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku pelanggaran ke instansi lain seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan mengadakan penyuluhan terhadap orang yang berperilaku menyimpang dari hukum.
2) Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.
3) Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat radisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.

4) Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat diharapkan menjadi teladan, pembimbing, penasehat dan petunjuk.Ada dua macam toko masyarakat:a. tokoh masyarakat formal, misalnya Presiden, Ketua DPR/MPR, Dirjen, Bupati, Lurah, dsb; b. tokoh masyarakat informal, misalnya pimpinan agama, ketua adat,pimpinan masyarakat.
c. Konsekuensi Penggunaan Teknik-teknik Pengendalian Sosial
Konsekuensi adalah akibat yang harus ditanggung dari hasil perbuatan, pemecahan masalah, rencana atau langkah yang sudah diambil. Teknik-teknik atau caracara pengendalian sosial adalah persuasif, koersif, melalui sosialisasi, melalui tekanan. Ternyata cara-cara atau teknik-teknik dalam pengendalian sosial tersebut tidak semuanya cocok kita terapkan dalam kondisi, situasi, waktu dan tempat yang sama. Oleh karena itu kita perlu hati-hati dalam penerapan cara pengendalian sosial tersebut: Konsekuensi yang harus kita tanggung dalam teknik-teknik pengendalian sosial adalah diperlukannya hukum, pendidikan, agama dan kedisiplinan individu yang betul-betul menunjang terciptanya keseimbangan sosial. Mari kita bahas satu persatu:
1) Hukum
Hukum adalah aturan yang tertulis yang mengatur hak dan kewajiban dan hubungan hukum antar manusia. Hukuman adalah penderitaan yang dijatuhkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang terhadap pihak yang melakukan pelanggaran atau kejahatan. Hukuman adalah sanksi yang negatif. Sedangkan sanksi positif disebut Rewards, yang berupa pujian, hadiah, bagi orang yang mematuhi aturan sehingga dapat dijadikan teladan. Tujuan hukuman ialah agar si pelaku menjadi jera atas perbuatannya dan menjadi baik lagi seperti keadaan sebelum ia menjadi jahat.

2) Pendidikan
Pendidikan formal maupun pendidikan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan melalui sekolah sedangkan pendidikan non formal melalui pergaulan di masyarakat. Pendidikan sekolah akan mampu membentuk perilaku manusia untuk disiplin, mematuhi tata tertib, membina hubungan baik dengan sesama. Melalui pergaulan masyarakat sangat berpengaruh bagi perkembangan pribadi seseorang. Pemahaman diri, pemahaman masyarakat dan pemahaman nilai-nilai hidup akan membantu terciptanya masyarakat yang terkendali. Pelaku pelanggaran akan berkurang kalau masyarakat cukup berpendidikan.
3) Agama
Agama adalah bentuk hubungan pribadi antara manusia dengan Allah. Orang yang beragama akan mencoba agar semua pikiran, ucapan dan tindakannya sesuai dengan hukum Allah. Tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan. Tidak saling mengganggu, tidak saling menjelekkan, tidak saling memfitnah, tetapi saling menghargai pihak lain, menghargai bahwa ada perbedaan (hak untuk berbeda) adalah sikap seorang pemeluk agama dalam pengendalian sosialnya. Oleh karena itu kalau terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai dan
norma-norma agama seseorang akan sangat merasa berdosa dan mendapat sanksi berat dari kelompok agamanya.
4) Kedisiplinan Individu
Masyarakat terdiri dari individu-individu. Karena itu bila semua individu mengusahakan kebenaran, kejujuran dan kedisiplinan, maka seluruh masyarakat akan menjadi tertib. Orang akan menjadi sedih, menyesal, karena merasa bersalah, berdosa, merupakan hasil mawas diri atas introspeksi. Orang yang menyesal akan berusaha memperbaiki kesalahannya, diminta atau tidak diminta. Oleh karena itu dengan mendisiplinkan diri sendiri niscaya pelanggaran tidak pernah terjadi.
RANGKUMAN
• Berger (1978) mendefinisikan pengendalian sosial sebagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.
• Roucek (1965) mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
• Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut Pengendalian Sosial (Social Control).
• Empat cakupan pengendalian sosial: pengawasan antar individu, pengawasan individu dengan kelompok, pengawasan kelompok dengan individu, pengawasan antar kelompok.
• Sifat pengendalian sosial ada dua macam:
– Preventif, yaitu pengendalian sosial dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran.
– Represif, yaitu pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum pelanggaran terjadi
• Tujuan pengendalian sosial terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan dalam masyarakat.
• Cara/teknik pengendalian sosial yaitu persuasive dan represif.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Apakah yang dimaksud pengendalian sosial ?
2. Apa tujuan pengendalian sosial ?
3. Proses penegndalian sosial dapat dilaksanakan dengan cara persuasif dan paksaan. Jelaskan apa maksudnya !
4. Mengapa desas-desus dapat dijadikan sebagai cara penegndalian sosial yang efektif ?
5. Mengapa cara paksaan kurang baik dalam mengadakan usaha-usaha untuk pengendalian sosial ?

TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan dengan teman anda mengapa aturan yang ada banyak dilanggar !

G. DIFERENSIASI SOSIAL
1. Pengertian Diferensiasi Sosial
Kalau kita memperhatikan masyarakat di sekitar kita, ada banyak sekali perbedaan-perbedaan yang kita jumpai. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dalam agama, ras, etnis, clan (klen), pekerjaan, budaya, maupun jenis kelamin. Perbedaan-perbedaan itu tidak dapat diklasifikasikan secara bertingkat/vertikal seperti halnya pada tingkatan dalam lapisan ekonomi, yaitu lapisan tinggi, lapisan menengah dan lapisan rendah. Perbedaan itu hanya secara horisontal. Perbedaan seperti ini dalam sosiologi dikenal dengan istilah Diferensiasi Sosial.
Diferensiasi adalah klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan yang biasanya sama. Pengertian sama disini menunjukkan pada penggolongan atau klasifikasi masyarakat secara horisontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya adalah tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainnya. Pengelompokan horisontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan agama disebut kemajemukan sosial, sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial.

2. Ciri-ciri yang Mendasari Diferensiasi Sosial.
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ciri Fisik
Diferensiasi ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu.
Misalnya : warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
b. Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan pekerjaan yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat berbeda. Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan kekuasaan. Contohnya : pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan kantor.
c. Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi atau kepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa, kesenian, arsitektur, pakaian adat, dan agama.

3. Bentuk-bentuk Diferensiasi Sosial
Pengelompokan masyarakat membentuk delapan kriteria diferensiasi sosial.
a. Diferensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri fisik bawan yang sama. Diferensiasi ras berarti pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri-ciri fisiknya, bukan budayanya. Secara garis besar, manusia dibagi ke dalam ras-ras sebagai berikut :
1) Menurut A.L. Krober
• Austroloid, mencakup penduduk asli Australia (Aborigin)
• Mongoloid
- Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur)
- Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filiphina, penduduk asli Taiwan)
- American Mongoloid (penduduk asli Amerika)
• Kaukasoid
- Nordic (Eropa Utara, sekitar L. Baltik)
- Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur)
- Mediteranian (sekitar L. Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran)
- Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka)
• Negroid
- African Negroid (Benua Afrika)
- Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal dengan nama orang Semang, Filipina)
- Melanesian (Irian, Melanesia)
• Ras-ras khusus (tidak dapat diklasifikasikan ke dalam empat ras pokok)
- Bushman (gurun Kalahari, Afrika Selatan)
- Veddoid (pedalaman Sri Langka, Sulawesi Selatan)
- Polynesian (kepulauan Micronesia dan Polynesia)
- Ainu (di pulau Hokkaido dan Karafuto Jepang).
2) Menurut Ralph Linton
• Mongoloid, dengan ciri-ciri kulit kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu badan sedikit, mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras Mongoloid dibagi menjadi dua, yaitu Mongoloid Asia dan Indian. Mongoloid Asia terdiri dari Sub Ras Tionghoa (terdiri dari Jepang, Taiwan, Vietnam) dan Sub Ras Melayu. Sub Ras Melayu terdiri dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Mongoloid Indian terdiri dari orang-orang Indian di Amerika.
• Kaukasoid, memiliki ciri fisik hidung mancung, kulit putih, rambut pirang sampai coklat kehitam-hitaman, dan kelopak mata lurus. Ras ini terdiri dari Sub Ras Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid dan India.
• Negroid, dengan ciri fisik rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal dan kelopak mata lurus. Ras ini dibagi menjadi Sub Ras Negrito, Nilitz, Negro Rimba, Negro Oseanis dan Hotentot-Boysesman.


b. Diferensiasi Suku Bangsa (Etnis)
Menurut Hassan Shadily MA, suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis. Diferensiasi suku bangsa merupakan penggologan manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang sama, seperti ras. Namun suku bangsa memiliki ciri-ciri paling mendasar yang lain, yaitu adanya kesamaan budaya. Suku bangsa memiliki kesamaan berikut.
1) ciri fisik
2) kesenian
3) bahasa daerah
4) adat istiadat
5) Suku bangsa
Suku bangsa yang ada di Indonesia antara lain; di Pulau Sumatera yaitu Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang, dan Melayu. Di Pulau Jawa yaitu Sunda, Jawa, dan Tengger. Di Pulau Kalimantan yaitu Dayak, dan Banjar. Di Pulau Sulawesi yaitu Bugis, Makasar, Toraja, Minahasa, Toli-toli, Bolaang-Mangondow, dan Gorontalo. Di Kep. Nusa Tenggara yaitu Bali, Bima, Lombok, Flores, Timor, dan Rote. Di Kep. Maluku dan Ternate, Tidore, Dani, Asmat, Irian.

c. Diferensiasi Klen (Clan)
Klen (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klen adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal).
1) Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) antara lain terdapat pada:
a) Masyarakat Batak (dengan sebutan Marga)
b) Marga Batak Karo : Ginting, Sembiring, Singarimbun, Barus
c) Marga Batak Toba : Nababan, Simatupang, Siregar;
d) Marga Batak Mandailing : Harahap, Rangkuti, Nasution, Batubara, Daulay.
e) Masyarakat Minahasa (klennya disebut Fam) antara lain : Mandagi, Lasut, Tombokan, Pangkarego, Paat, Supit.
f) Masyarakat Ambon (klennya disebut Fam) antara lain : Pattinasarani, Latuconsina, Lotul, Manuhutu, Goeslaw.
g) Masyarakat Flores (klennya disebut Fam) antara lain : Fernandes, Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
2) Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat pada masyarakat Minangkabau, Klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari kampuang-kampuang. Nama-nama klen di Minangkabau antara lain : Koto, Piliang, Chaniago, Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo, Kampai, dsb. Masyarakat di Flores, yaitu suku Ngada juga menggunakan sistem Matrilineal.

d. Diferensiasi Agama
Menurut Durkheim agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya. Jadi, Diferensiasi agama merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan agama/kepercayaannya.
1) Komponen-komponen Agama
a) Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya.
b) Sistem keyakinan, terwujud dalam bentuk pikiran/gagasan manusia seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, kosmologi, masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa, dan sebagainya.
c) Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, Dewa-dewa dan Roh Nenek Moyang.
d) Tempat ibadah, seperti Mesjid, Gereja, Pura, Wihara, Kuil, Klenteng.
e) Umat, yakni anggota salah satu agama yang merupakan kesatuan sosial.
2) Agama dan Masyarakat
Dalam perkembangannya agama mempengaruhi masyarakat dan demikian juga masyarakat mempengaruhi agama atau terjadi interaksi yang dinamis. Di Indonesia, kita mengenal agama Islam, Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Disamping itu berkembang pula agama atau kepercayaan lain, seperti Khong Hu Chu, Aliran Kepercayaan, Kaharingan dan Kepercayaan-kepercayaan asli lainnya.

e. Diferensiasi Profesi (pekerjaan)
Profesi atau pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia sebagai sumber penghasilan atau mata pencahariannya. Diferensiasi profesi merupakan pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada jenis pekerjaan atau profesinya. Profesi biasanya berkaitan dengan suatu ketrampilan khusus. Misalnya profesi guru memerlukan ketrampilan khusus, seperti : pandai berbicara, suka membimbing, sabar, dsb. Berdasarkan perbedaan profesi kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi seperti guru, dokter, pedagang, buruh, pegawai negeri, tentara, dan sebagainya. Perbedaan profesi biasanya juga akan berpengaruh pada perilaku sosialnya. Contohnya, perilaku seorang guru akan berbeda dengan seorang dokter ketika keduanya melaksanakan pekerjaannya.

f. Diferensiasi Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan seks atau jenis kelamin (perbedaan biologis). Perbedaan biologis ini dapat kita lihat dari struktur organ reproduksi, bentuk tubuh, suara, dan sebagainya. Atas dasar itu, terdapat kelompok masyarakat laki-laki atau pria dan kelompok perempuan atau wanita.

g. Diferensiasi Asal Daerah
Diferensiasi ini merupakan pengelompokan manusia berdasarkan asal daerah atau tempat tinggalnya, desa atau kota. Terbagi menjadi:
- Masyarakat desa : kelompok orang yang tinggal di pedesaan atau berasal dari desa;
- Masyarakat kota : kelompok orang yang tinggal di perkotaan atau berasal dari kota.
Perbedaan orang desa dengan orang kota dapat kita temukan dalam perilaku, utur kata cara, berpakaian, cara menghias rumah, dsb.

h. Diferensiasi Partai
Demi menampung aspirasi masyarakat untuk turut serta mengatur negara/berkuasa, maka bermunculan banyak sekali partai. Diferensiasi partai adalah perbedaan masyarakat dalam kegiatannya mengatur kekuasaan negara, yang berupa kesatuan-kesatuan sosial, seazas, seideologi dan sealiran.



RANGKUMAN
• Diferensiasi sosial adalah suatu proses perolehan hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat yag berbeda satu sama lain atas dasar perbedaan usia, jenis kelamin dan pekerjaan.
• Perwujudan diferensiasi sosial secara horizontal meliputi perbedaan ras, keanekaragaman agama, jenis kelamin dan ciri-ciri fisik manusia, keanekaragaman profesi, mata pencarian, keanekaragaman suku bagsa, dan klan.
• Perbedaan ras adalah populasi yang dibedakan berdasarkan persamaan gen yang memiliki cirri-ciri fisik dan biologis yang sama.
• Ras-ras terpenting yang ada didunia adalah ras Kaukasosid, ras Mongoloid, ras Negroid, dan ras-ras khusus seperti Bushmen, Weddoid, Polinesia, serta Ainu.

EVALUASI
1. Apakah yang dimaksud dengan diferensiasi sosial ?
2. Sebutkan dan jelaskan tiga ras utama yang ada dimuka bumi !
3. Jelaskan ciri-ciri yang mendasari diferensiasi sosial !
4. Jelaskan diferensiasi sosial berdasarkan asal daerah !
5. Jelaskan diferensiasi sosial berdasarkan klan !

TUGAS DAN KEGIATAN
Buatlah kliping tentang kasus pertentangan antar suku yang pernah terjadi, analisis setiap kasus dan Mengapa sampai menjadi kesusuhan ?







H. KONFLIK SOSIAL
1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Sementara itu, konflik sosial bisa diartikan menjadi dua hal. Pertama, perspektif atau sudut pandang yang menganggap konflik selalu ada dan mewarnai segenap aspek interaksi manusia dan struktur sosial. Kedua, konflik sosial merupakan pertikaian terbuka seperti perang, revolusi, pemogokan, dan gerakan perlawanan. Soerjono Soekanto menyebutkan konflik sebagai pertentangan atau pertikaian, yaitu suatu proses individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
Para teoritisi konflik banyak berpedoman pada pemikiran Marx, meskipun memiliki pemikiran sendiri yang berlainan. Tokoh-tokoh teoritisi konflik diantaranya Ralf Dahren dorf dan Randall Collins. Dahrendorf berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan consensus, sehingga teori sosiologi harus dibagi menjadi dua bagian, teori konflik dan teori konsensus. Dahrendorfnjuga mengakui bahwa masyarakat takkan ada tanpa konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Tokoh lainnya Collins menjelaskan bahwa konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial sehingga tidak menganggap konflik itu baik buruk. Collins memandang setiap orang memiliki sifat sosial tetapi juga mudah konflik dalam hubungan sosial mereka. Konflik bisa terjadi dalam hubungan sosial karena penggunaan kekerasan oleh seseorang atau banyak orang dalam lingkungan pergaulannya. Ia melihat orang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri , jadi benturann mungkin terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.

2. Faktor Penyebab Konflik
a. Perbedaan Individu
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.



b. Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan dan Kepentingan
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

c. Perubahan-Perubahan Nilai yang Cepat
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

3. Jenis-jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
a. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role).
b. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
c. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
d. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
e. Konflik antar atau tidk antar agama
f. Konflik antar politik.

4. Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, dan saling curiga
d. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
a. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan".
c. Konflik bagi pihak tersebut.
d. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik
a. Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
b. Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga
c. timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
d. Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
e. Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik -Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
Suatu konflik tidak selalu mendatangkan hal-hal yang buruk, tetapi kadang-kadang mendatangkan sesuatu yang positif. Segi positif suatu konflik adalah sebagai berikut.
a. Memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih belum tuntas ditelaah, misalnya perbedaan pendapat akan sesuatu permasalahan dalam suatu diskusi atau seminar biasanya bersifat positif sebab akan semakin memperjelas dan mempertajam kesimpulan yang diperoleh dari diskusi atau seminar.
b. Memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai serta hubungan-hubungan social dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok.
c. Merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok.
d. Dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru.
e. Dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.

Hasil atau akibat-akibat dari suatu konflik sosial adalah sebagi berikut :
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok ( in group solidarity ) yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungan antarindividu atau kelompok, misalnya keretakan hubungan antarkelompok dalam Negara Israel akibat konflik dengan bangsa palestina dan Negara-negara arab lainnya.
c. Perubahan kepribadian para individu, misalnya terjadinya perang antarkelompok yang menimbulkan kebencian, saling curiga, beringas dan lain-lain.
d. Kerusakan harta benda dan bahkan hilangannya nyawa manusia.
e. Akomodasi, dominasi, bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam pertikaian.

Suatu masyarakat dapat dinyatakan telah mencapai kondisi tertibjika terjadi keselarasan antara tindakan anggota masyarakat dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tertib sosial ditandai oleh tiga hal berikut.
a. Terdapat suatu sistem nilai dan norma yang jelas.
b. Individu atau kelompok di dalam masyarakat mengetahui dan memahami norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku.
c. Individu atau kelompok dalam masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Misalnya, tertib di jalan raya atau tertib antri di loket-loket pelayanan umum akan dapat tercapai apabila terdapat aturan-aturan dan norma yang jelas dan setiap pengendara, penumpang, dan pemakai jasa layanan umum harus memahami serta menyesuaikan tindakan-tindakan mereka dengan norma-norma sosial yang berlaku di tempat-tempat tersebut.

RANGKUMAN
• Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga antarkelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.
• Faktor-faktor yang menjadi penyebab suatu konflik sosial yaitu perbedaan individu, latar belakang kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan-perubahan nilai yang cepat.
• Segi positif suatu konflik adalah memperjelas aspek-aspek kehidupan, memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai, jalan untuk mnegurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok, membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru dan sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
• Hasil atau akibat dari konflik sosial yaitu meningkatkan solidaritas sesame anggota kelompok, keretakan hubungan antarindividu atau kelompok, perubahan kepribadian para individu, kerusakan harta benda dan bahkan hilangnya nyawa manusia serta akomodasi, dominasi atau bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam pertikaian.
• Tertib sosial ditandai oleh tiga hal yaitu terdapat suatu sistem nilai dan norma yang jelas, individu atau kelompok di dalam masyarakat mengetahui dan memahami norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial serta individu dan kelompok dalam masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Sebutkan faktor-faktor yang menyebabkan konflik sosial !
2. Deskripsikan kekerasan menurut pandangan teori alternatif !
3. Identifikasi dampak positif dan negatif konflik yang terjadi di masyarakat !
4. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan konflik sosial !
5. Jelaskan tanda-tanda tertib sosial !

TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan dengan teman anda tentang pertentangan sosial yang terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan isu SARA !. Analisis dengan pendekatan gejala konflik.




I. MOBILITAS SOSIAL
1. Pengertian Mobilitas Sosial
Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang lebih tinggi dari pada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan. Keinginan¬-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak, maka ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-impian dan cita-cita itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang itulah yang kita sebut “Mobilitas Sosial”.
Konsep Dan Ruang Lingkup Mobilitas Sosial.
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo¬bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking). Pengertian mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok maupun individu. Misalnya keberhasiian keluarga Pak A meru¬pakan bukti dari mobilitas individu; sedang arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah kantong-kantong kemiski¬nan di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga tingkat kese¬jahteraan mereka relatif lebih baik dibanding di daerah asal, merupakan contoh mobilitas kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan aspek-aspek sosial-psikologis sebagai akibat dari perubahan sosial. Datam hal ini adalah mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas geografis akan mempengaruhi terha¬dap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking, bahkan sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun masyarakat.

2. Sifat Dasar Mobilitas Sosial
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.

3. Bentuk Mobilitas Sosial
Apabila kita bicara tentang mobilitas sosial, umumnya dalam benak kita mempersepsikan tentang terjadinya perpindahan status dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat status yang lebih tinggi; pada hal mobilitas dapat berlangsung dalam dua arah. Bila kita amati per¬jalanan hidup sekelompok individu, maka sebagian ada yang berhasii mencapai status yang lebih tinggi, beberapa orang mengalami kegagalan (status lebih rendah), dan selebihnya tetap pada tingkat status yang di¬miliki oleh orang tua mereka.

Manfaat Kerugian
Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya. Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun
Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi, kemampuan dan keuletan. Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan.
Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah.
Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar kelom-pok sosial dan antar generasi

Dalam berbagai kasus menunjukkan bahwa pada umumnya mobilitas mengambil bentuk dalam dua arah. Tingkat mobilitas individu maupun kelompok yang menurun maupun naik (meningkat), merupakan salah satu tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial terbuka, dan unsur positif maupun negatif dari sistem pewarisan tidak cukup kuat menyaingi faktor prestasi sebagai faktor penentu utama dari kedudukan sosial. Namun demikian apabila dalam kenyataan semua orang tetap berada pada jenjang kelas sosial orang tua mereka (antar generasi), ini merupakan tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial tertutup, dimana pewarisan status (berkaitan dengan generasi sebelumnya) lebih menonjol daripada prestasi.
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif (kerugian).


4. Faktor Penentu Mobilitas Sosial
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap tingkat mobilitas sosial? Untuk menjawab hal ini tentulah tidak mudah, karena begitu banyaknya variabel yang menentukan tingkat mobilitas sosial. Dalam tulisan ini faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom¬ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran.
a. Faktor Struktur
1) Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan¬bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.



2) Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksud¬nya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan be-berapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah ber¬bagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.




3) Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomen¬dasi, "jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubun¬gan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang¬orang luar" untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-¬terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lem¬baga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.

b. Faktor Individu
1) Perbedaan Kemampuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Ba-gaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.

2) Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara ber¬main”; dan pola kesenjangan nilai.
a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dan lain-lain. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih menekankan pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi sebagaimana yang diperlukan.
b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas ¬naik tanpa kerja keras.
c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian - bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian". Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK). Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain kartu atau membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan. Kunci dari pada pola penundaan kesenangan adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
d) Kemampuan "Cara Bermain"
"Cara bermain" dan atau seni "penampilan diri" mempunyai peran penting dalam mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.
f) Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru "jatuh" pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan, namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam mobilitas.
Dalam beberapa pembahasan di atas, lebih banyak berkisar tentang determinan (faktor penentu mobilitas-naik). Bagaimana dengan diterminan mobilitas-menurun? Pada dasarnya semua faktor penentu mobilitas-naik adalah juga sebagai faktor penentu mobilitas menurun. Sebagai contoh adalah faktor struktur, pada saat negara Indonesia mengalami krisis ekonomi maka banyak perusahaan mengalami gulung tikar, terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan produktifitas, serta penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi krisis yang dialami negara kita ini cenderung akan meningkatkan jumlah orang yang harus kehilangan status sosial. Adapun faktor-faktor individu seperti pendidikan, kebiasan kerja; keberuntungan-menentukan siapa yang harus mengalami penurunan status.

RANGKUMAN
• Mobilitas sosial adalah gerakan atau perpindahan individu dari suatu kedudukan ke kedudukan lainnya dalam masyarakat. Kedudukannya yang baru dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah. Faktor-faktor yang dapat menghambat proses mobilitas sosial yaitu kebudayaan, asal-usul, tradisi, dan keadaan ekonomi.
• Bentuk-bentuk mobilitas sosial yaitu mobiltas horizontal dan vertical. Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan mobilitas vertikal adalah perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang terdiri dari dua macam yaitu mobilitas sosial yang naik dan mobilitas sosial yang turun.
• Mobiltas antargenerasi adalah mobilitas yang ditandai dengan adanya perkembangan taraf hidup atau status sosial dalam suatu garis keturunan.
• Pada lapisan masyarakat tertutup mobilitas vertikal relatif lamban karena kedudukannya sudah ditentukan sejak individu itu dilahirkan. Pada lapisan masyarakat terbuka, kedudukan apa yang hendak dicapai oleh seseorang atau kelompok bergantung pada kemampuan individu itu sendiri.
• Saluran-saluran mobilitas sosial vertikal antara lain angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, organisasi politik, dan organisasi ekonomi.
• Konsekuensi dari adanya mobilitas sosial akan mengakibatkan beberapa kemungkinan terhadap individu dan kelompok. Misalnya, konflik antarkelas sosial, antarkelompok sosial, dan antargenerasi.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan pengertian mobilitas sosial !
2. Jelaskan perbedaan antara mobilitas sosial horizontal dan mobilitas sosial vertikal !
3. Mengapa pada lapisan masyarakat tertutup mobilitas sosial relatif rendah ? Berikan contohnya !
4. Organisasi politik dapat memberikan peluang besar bagi para anggotanya untuk meningkatkan kedudukan kedudukan. Jelaskan maksudnya !
5. Jelaskan beberapa macam saluran terpenting dari mobilitas sosial vertikal !

TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan tentang potensi mobilitas sosial yang bisa dilakukan oleh orang-orang terpinggirkan !








J. MASYARAKAT MULTIKULTURAL
1. Pengertian Masyarakat Multikultural
Dalam suatu masyarakat pasti akan menemukan banyak kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan karakteristik itu berkenaan dengan tingkat diferensiasi dan stratifikasi sosial. Masyarakat seperti ini disebut sebagai masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sering juga disebut masyarakat majemuk.
Berikut ini adalah beberapa pengertian masyarakat multikultural.
a. Menurut Furnival
Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomiterpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu sama lain. Menurut ilmuan ini, berdasarkan konfigurasi dan komunitas etnik dibedakan menjadi empat kategori sebagai berikut:
1) Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang.
Merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau etnik yang mempunyai kekuatan kompetitif tidak yang kurang lebih seimbang. Kualisi lintas etnik sangat diperlukan untuk pembentukan suatu masyarakat yang stabil.
2) Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
Merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas etnik dengan kekuatan kompetitif lebih besar daripada kelompok lainnya. Atau, suatu kelompok etnis mayoritas mendominasi kompetisi politik atau ekonomi sehingga posisi kelompok-kelompok yang lain menjadi kecil.
3) Masyarakat mejemuk dengan minoritas dominant.
Merupakan suatu masyarakat di mana satu kelompok etnik minoritas mempunyai keunggulan kompetitif yang luas sehingga mendominasi kehidupan politik atau ekonomi masyarakat.


4) Masyarakat majemuk dengan fragmentasi.
Merupakan masyarakat yang terdiri atas sejumlah kelompok etnik, tetapi semuanya dalam jumlah yang kecil sehingga tidak ada satu kelompok pun yang mempunyai posisi politik atau ekonomi yang dominant. Masyarakat demikian ini sangat stabil tetapi masih mempunyai potensi konflik karena rendahnya kemampuan pembangunan koalisi.

b. Menurut Dr. Nasikun
Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keselutuhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.

c. Menurut Pierre L. Van den Berghe
Ia tidak membuat suatu definisi khusus tentang masyarakat multikultural tetapi menyebutkan beberapa karakteristik yang merupakan sifat-sifat masyarakat multikultural yaitu sebagai berikut.
1) Terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang saling berbeda.
2) Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non komplementer.
3) Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai yang bersifat dasar.
4) Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung secara ekonomi.
5) Adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lain


2. Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Indonesia adalah salah satu negara di belahan timur bumi yang kaya, baik berupa kekayaan sumber daya alam maupun kekayaan sumber daya sosial. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh banyak ahli ilmu sosial di Indonesia, tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adapt istiadat dan agama yang berbeda-beda. Namun suatu hal yang membanggakan bahwa meskipun tingkat kemajemukannya tinggi tetapi tetap kokoh sebagai suatu kesatuan. Hal ini didasarkan pada ide atau cita-cita yang terdapat dalam lambing negara yang dilengkapi dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Mekipun dengan semboyan demikian, bukan berarti di dalam masyarakat Indonesia yang multikultural itu tidak terjadi gejolak-gejolak yang mengarah kepada pepecahan dalam segala bidang. Hal yang terpenting adalah mayoritas kelompok atau lingkungan hukum adat yang ada mengakui dan menyadari akan kesatuan di dalam keanekaragaman yang ada. Kebhinekaan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari dua cara sebagai berikut.
a. Secara Horizontal (Diferensiasi)
1) Perbedaan Fisik atau ras
Berdasarkan perbedaan fisik atau rasnya, di Indonesia terdapat golongan-golongan fisik penduduk sebagai berikut.
a) Golongan orang Papua Melanosoid. Golongan penduduk ini bermukim di pulau Papua, Kei dan Aru. Mereka mempunyai cirri fisik seperti rambut keriting, bibir tebal, dan berkulit hitam.
b) Golongan orang Mongoloid. Berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di kepulauan Sunda besar (kawasan Indonesia Barat), dengan cirri-ciri rambut ikal dan lurus, muka agak bulat, kulit putih hingga sawo matang.
c) Golongan Vedoid, antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan Tomura dengan cirri-ciri fisik bertubuh relative kecil, kulit sawo matang, dan rambut berombak.

2) Perbedaan suku bangsa
Di Indonesia, hidup sekitar 300 suku bangsa dengan jumlahsetiap sukunya beragam, mulai dari beberapa ratus orang saja hingga puluhan juta orang. Suku yang populasinya terbanyak antara lain suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Manado, dan Makasar. Di samping itu, terdapat pula suku bangsa yang jumlah penduduknya hanya sedikit, misalnya suku Nias, Kubu, Mentawai, Asmat dan suku lainnya.
3) Perbedaan agama
Aninisme dan dinanisme merupakan kepercayaan yang paling tua dan berkembang sejak zaman prasejarah, sebelum bangsa Indonesia mengenal tulisan. Agama Hindu dan agama Budha datang ke Indonesia dari daratan India sekitar abad ke 5 SM, bukti-bukti tertulisnya ditemukan di kerajaan Kutai (Kalimantan Timur) dan kerajaan Tarumanegara (Bogor). Agama Islam datang dari Arab Saudi melalui India Selatan di abad ke-7. Agama Islam menjadi agama terbesar dan dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Orang Eropa datang ke Indonesia pada awal abad ke-19dengan membawa agama Nasrani yang kemudian hari juga banyak dianut oleh penduduk Indonesia.
4) Perbedaan jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami. Perbedaan seperti ini tidak menunjukkan adanya tingkatan atau perbedaan kedudukan dalam sistem sosial. Anggapan superior bagi laki-laki dan inferior bagi perempuan adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling membutuhkan dan melengkapi.

b. Secara Vertikal (Stratifikasi)
Perbedaan secara vertikal adalah perbedaan individu atau kelompok dalam tingkatan-tingkatan secara hierarki, atau perbedaan dalam kelas-kelas yang berbeda tingkatan dalam suatu sistem sosial. Perbedaan secara vertikal ini dikenal dengan stratifikasi. Keanekaragaman dalam tingkat atau kelas sosial ini disebabkan oleh adanya sifat yang menghargai atau menjunjung tinggi sesuatu baik berkenaan dengan barang-barang kebutuhan, kekuasaan dalam masyarakat, keturunan, dan pendidikan tertentu yang dapat dicapai seseorang.

3. Faktor Penyebab Masyarakat Multikultural
a. Latar belakang historis
Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian selatan yang pindah ke pulau-pulau di Nusantara. Perpindahan itu terjadi secara bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok mengambil jalur barat melalui selat Malaka menuju pulau Sumatera dan Jawa. Sedangkan kelompok lainnya mengambil jalan ke arah timur, yaitu melalui kepulauan Formosa atau Taiwan, di sebelah selatan Taiwan, di sebelah selatan Jepang, menuju Filifina dan kemudian meneruskan perjalanan ke Kalimantan. Dari Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan sebagian lagi ke pulau Sulawesi.
b. Kondisi geografis
Perbedaan kondisi geografis telah melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagaangan dan lain-lain. Relief yang tajam dipisahkan oleh laut dan selat tentu akan menyebabkan terisolasinya kelompok masyarakat yang telah mencapai suatu temapt. Akhirnya mereka akan mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan lingkungan geografis mereka.
c. Keterbukaan terhadap kebudayaan luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing yang pertama mewarnai sejarah kebudayaan Indonesia adalah ketika orang-orang India, Cina, dan Arab mendatangi wilayah Indonesia disusul oleh kedatangan bangsa Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang dengan membawa kebudayaan yang beragam.

4. Masalah yang Timbul Akibat Adanya Masyarakat Multikultural
a. Konflik
Berdasarkan tingkatannya
1) Tingkat ideologi atau gagasan
2) Tingkat politik
Berdasarkan jenisnya
1) Rasial
2) Antar suku bangsa
3) Antar agama.
b. Integrasi
Berasal dari kata “integration” yang berarti kesempurnaan, atau keseluruhan. Maurice Duverger mendefinisikan sebagai dibangunnya interdependensi (kesalingtergantungan) yang lebih rapat antara anggota-anggota dalam masyarakat.
c. Disintegrasi
Disebut juga disorganisasi yaitu suatu keadaan di mana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kesatuan. Misal : Kasus GAM, RMS, Papua dan lain-lain. Gejala awal disintegrasi tidak ada persamaan persepsi, norma tidak berfungsi dengan baik, terjadi pertentangan antar norma, pemberian sanksi tidak konsekuen, tindakan masyarakat tidak sesuai dengan norma. Terjadinya proses disosiatif; persaingan, pertentangan,
kontravensi
d. Reintegrasi
Atau “reorganisasi” yaitu suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.

3. Alternatif Pemecahan Masalah yang Ditimbulkan Oleh Masyarakat Multikultural
a. Asimilasi
Proses di mana seseorang meninggalkan tradisi budaya mereka sendiri untuk menjadi dari bagian dari budaya yang berbeda. Dengan demikian kelompok etnis yang berbeda secara bertahap dapat mengadopsi budaya dan nilai-nilai yang ada dalam kelompok besar, sehingga setelah beberapa generasi akan menjadi bagian dari masyarakat tersebut
b. Self-regregation
Suatu kelompok etnis mengasingkan diri dari dari kebudayaan mayoritas, sehingga interaksi antar kelompok sedikit sekali, atau tidak terjadi. Sehingga potensi konflik menjadi kecil
c. Integrasi
Merupakan keadaan ketika kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap konformistis, terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, tetapi dengan tetap mempertahankan kebudayaan mereka sendiri
d. Pluralisme
Suatu masyarakat di mana kelompok-kelompok sub ordinat tidak harus mengorbankan gaya hidup dan tradisi mereka, bahkan kebudayaan kelompok-kelompok tersebut memiliki pengaruh terhadap kebudayaan masyarakat secara keseluruhan

4. Sikap Kritis, Toleransi, dan Empati Sosial
Terhadap hubungan keanekaragaman dan perubahan budaya dalam menghadapi hubungan keanekaragaman dan perubahan kebudayaan di masyarakat, dibutuhkan sikap yang kritis, disertai toleransi dan empati sosial terhadap perbedaan-perbedaan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa sikap kritis yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang beranekaragam, yaitu :
a. Mengembangkan sikap saling menghargai (toleransi) terhadap nilai-nilai dan norma sosial yang berbeda-beda dari angota masyarakat yang kita temui, tidak mementingkan kelompok, ras, etnik, atau kelompok agamanya sendiri dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya.
b. Meninggalkan sikap primodialisme, terutama yang menjurus pada sikap etnosentrisme dan ekstrimisme (berlebih-lebihan).
c. Menegakkan supremasi hukum, artinya bahwa suatu peraturan formal harus berlaku pada semua warga negara tanpa memandang kedudukan sosial, ras, etnik dan agama yang mereka anut.
d. Mengembangkan rasa nasionalisme terutama melalui penghayatan wawasan berbangsa dan bernegara namun menghindarkan sikap chauvimisme yang akan mengarah pada sikap ekstrim dan menutup diri akan perbedaan kepentingan dengan masyarakat yang berada di negara-negara lain.
e. Menyelesaikan semua konflik dengan cara yang akomodatif melalui mediasi, kompromi, dan adjudikasi.
f. Mengembangkan kesadaran sosial dan menyadari peranan bagi setiap individu terutama para pemegang kekuasaan dan penyelenggara kenegaraan secara formal.








RANGKUMAN
• Menurut Furnival; Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomiterpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu sama lain.
• Menurut Dr. Nasikun; Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut yang menganut berbagai sistem nilaiyang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keselutuhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.
• Pierre L. Van den Berghe; menyebutkan beberapa karakteristik yang merupakan sifat-sifat masyarakat multikultural yaitu terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang saling berbeda, memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non komplementer, kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai yang bersifat dasar, secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung secara ekonomi, dan adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lain.
• Indonesia memiliki sekitar 300 suku bangsa yang mempunyai bahasa, adat istiadat agama yang berbeda-beda. Kebhinekaan masyarakat Indonesia dapat dilihat secara horizontal melalui perbedaan fisik/ ras, perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, dan perbedaan jenis kelamin dan secara vertikal melalui perbedaan tingkatan secara hierarki dan kelas-kelas sosial.
• Tiga faktor utama yang mendorong terbentuknya kemajemukan bangsa Indonesia adalah latar belakang histories, kondisi geografis, dan keterbukaan terhadap kebudayaan luar.



EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan karakteristik masyarakat Indonesia yang multikultural !
2. Apakah kemajemukan atau keragaman suatu masyarakat mempunyai dampak positif atau negatif ? Jelaskan !
3. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kemajemukan suatu bangsa !
4. Menurutmu, apakah langkah-langkah yang dilakukan bangsa Indonesia sejauh ini mengelola keragaman budaya sudah benar ? Mengapa ?
5. Apakah yang dimaksud dengan sikap toleransi dan empati ? Bagaimana perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari ?

TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan dengan teman-temanmu bagaimana caranya agar keragaman budaya dapat mendorong terjadinya integrasi sosial !


K. PERUBAHAN SOSIAL
1. Definisi Perubahan Sosial
Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Perubahan dalam masyarakat telah ada sejak zaman dahulu. Namun, sekarang perubahan-perubahan berjalan dengan sangat cepat sehingga dapat membingungkan manusia yang menghadapinya.

Definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli sosiologi:
a. William F.Ogburn mengemukakan bahwa “ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial”.
b. Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat”.
c. MacIver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”.
d. JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”.
e. Samuel Koenig mengatakan bahwa “perubahan sosial menunjukkan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia”.
f. Definisi lain adalah dari Selo Soemardjan. Rumusannya adalah “segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosial.




2. Karakteristik Perubahan Sosial
Perubahan Sosial memiliki beberapa karakteristik yaitu:
a. Pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
b. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
c. Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
d. Suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
e. Modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia
f. Segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

3. Bentuk-bentuk Perubahan
a. Perubahan lambat dan perubahan cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, rentetan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan pertumbuhan masyarakat.


Macam-macam teori evolusi:
1) Unilenear theories of evolution. Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang kompleks sampai pada tahap yang sempurna.
2) Universal theory of evolution menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu.
3) Multilined theories of evolution. Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat.
Sementara itu perubahan-perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Secara sosiologis agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu antara lain:
1) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
2) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
3) Pemimpin diharapkan dapat menampung keiginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
4) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.
5) Harus ada momentum yaitu saat di mana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan.

b. Perubahan kecil dan perubahan besar
Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau yang berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya, tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yaitu membawa pengaruh besar pada masyarakat.

c. Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planned-chage) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unitended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change)
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agen of chage yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki atau berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.

d. Perubahan Struktur dan Perubahan Proses
Perubahan struktural yaitu perubahan yang sangat mendasar yang menyebabkan reorganisasi dalam masyarakat. Misalnya penggunaan alat-alat yang canggih pada perkebunan. Sedangkan perubahan proses adalah perubahan yang sifatnya tidak mendasar. Perubahan tersebut merupakan penyempurnaan dari perubahan sebelumnya. Contohnya revisi pasal-pasal Undang-undang Dasar. Sifatnya menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam pasal-pasal dalam undang-undang.

4. Perspektif Teori Perubahan Sosial
Perspektif Teori Perubahan Sosial dibagi menjadi 5 yaitu:
1) Teori Evolusioner
Teori evolusioner memiliki paham bahwa perubahan sosial memiliki arah yang tetap yang dilalui oleh semua masyarakat. Semua masyarakat melalui urutan pertahapan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal menuju tahap perkembangan akhir. Di samping itu teori evolusioner mengatakan bahwa manakala tahap terakhir telah dicapai, maka pada saat itu perubahan evolusioner pun berakhir.
Tokoh-tokoh teori evolusioner:
a) Auguste Comte
Auguste Comte membagi perubahan menjadi tiga tahap yaitu tahap teologis yang diarahkan oleh nilai-nilai supernatural, tahap metafisik dimana nilai-nilai supernatural digeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya, dan tahap terakhir yaitu tahap positif/ ilmiah yang mana masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
b) Darwin dan Herbert Spenser
Teori Darwin diikuti oleh Herbert Spenser yang mengatakan bahwa orang-orang cakap dan bergairah (energetik) akan memenangkan perjuangan sedangkan orang-orang yang malas dan lemah akan tersisih.


c) Lewis Henry Morgan
Lewis mengatakan bahwa terdapat tujuh tahap teknologi yang dilalui masyarakat yaitu dari tahap perbudakan hingga tahap peradapan.
d) Karl Mark
Karl Mark menyatakan tahap masyarakat pemburu primitif ke masyarakat industrialis modern.

2) Teori Siklus
Perubahan sebagai suatu siklus karena sulit diketahui ujung pangkal penyebab awal terjadinya perubahan sosial. Perubahan yang terjadi lebih merupakan peristiwa prosesual dengan memandang sejarah sebagai serentetan lingkaran tidak berujung. Ibn Khaldun, salah satu teoritisi sosiohistoris mengemukakan bahwa perubahan sebagai suatu siklus, yang analisisnya memfokuskan pada bentuk dan tingkat pengorganisasian kelompok dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda. Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukannya berakhir. Pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya.

Tokoh-tokoh teori siklus
a) Oswald Spengler
Ia berpendapat bahwa setiap peradapan besar mengalami proses pentahapan kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan, kemudian berputar lagi yang memakan waktu sekitar 1000 tahun.


b) Pitirim Sorokin
Pitirim Sorokin menyatakan terdapat tiga siklus sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu kebudayaan ideasional yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap unsur supernatural, kebudayaan idealistis dimana kepercayaan terhadap unsur supernatural dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal dan terakhir kebudayaan sensasi yang merupakan tolak ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
c) Arnold Toynbee
Ia berpendapat bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan dan kematian.
3) Teori perkembangan (linear)
Perubahan sebagai perkembangan (linear) adalah bahwa pada dasarnya setiap masyarakat walau secara lambat namun pasti akan selalu bergerak, berkembang, dan akhirnya berubah dari struktur sosial yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks maju dan modern.
4) Teori Fungsional (Talcott Parsons)
Penganutnya menerima perubahan sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan.
5) Teori konflik (Karl Mark)
Para penganutnya berpendapat bahwa hal yang konstan adalah konflik sosial bukannya perubahan. Perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut.




Pandangan teori fungsional dan teori konflik tentang perubahan sosial
Pandangan Teori Fungsional Pandangan Teori Konflik
Setiap masyarakat relatif bersifat stabil terus menerus berubah
Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat perubahan masyarakat.
Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi berada dalam tegangan dan konflik
Kestabilan sosial tergantung pada Kesepakatan (konsensus) dikalangan anggota. Tekanan tehadap yang satu oleh yang lainnya.
Sumber diadaptasi dari Bryce F. Ryan, Social and cultural change, the Ronald Press Company, New York.

5. Proses Perubahan Sosial
a. Penemuan baru (discovery) yaitu penemuan merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada.
b. Invensi (Invention) yaitu suatu kombinasi baru/ cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada.
c. Difusi (difution) yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.

6. Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial terjadi oleh karena anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga sosial atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang baru. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa secara umum penyebab dari perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu:
a. Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri.
b. Perubahan yang berasal dari luar masyarakat.
Secara jelas akan dipaparkan di bawah ini:
a. Perubahan yang berasal dari masyarakat.
2) Bertambah atau berkurangnya penduduk.
Perubahan jumlah penduduk merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat, terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara pada daerah lain terjadi kekosongan sebagai akibat perpindahan penduduk tadi.
3) Penemuan-penemuan baru
Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan baik berupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan menyebar kemasyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima serta menimbulkan perubahan sosial. Menurut Koentjaraningrat faktor-faktor yang mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah sebagai berikut :
1. Kesadaran dari orang perorangan karena kekurangan dalam kebudayaannya.
2. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.
3. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.
4) Pertentangan (konflik) dalam masyakat
Pertentangan dalam nilai dan norma-norma, politik, etnis, dan agama dapat menimbulkan perubahan sosial budaya secara luas. Pertentangan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma serta adat istiadat yang telah berjalan lama akan menimbulkan perubahan bila individu-individu tersebut beralih dari nilai, norma dan adat istiadat yang telah diikutinya selama ini.
5) Terjadinya pemberontakan atau revolusi
Pemberontakan atau revolusi dapat merombak seluruh aspek kehidupan sampai pada hal-hal yang mendasar seperti yang terjadi pada masyarakat Inggris, Prancis dan Rusia.

b. Perubahan yang berasar dari luar masyarakat.
1) Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia.
Menurut Soerjono Soekanto sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik yang kadang-kadang disebabkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya, penebangan hutan secara liar oleh segolongan anggota masyarakat memungkinkan untuk terjadinya tanah longsor, banjir dan lain sebagainya.
2) Peperangan
Peperangan yang terjadi dalam satu masyarakat dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat dahsyat karena peralatan perang sangat canggih.
3) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling pengaruh. Selain itu pengaruh dapat berlangsung melalui komunikasi satu arah yakni komunikasi masyarakat dengan media-media massa. Ada empat tipe respon psikologis individu terhadap cross-cultural contact : Pertama, tipe passing yaitu individu menolak kebudayaan yang asli dan mengadopsi kebudayaan yang baru. Kedua, tipe chauvinist yaitu individu menolak sama sekali pengaruh-pengaruh asing. Ketiga, tipe marginal yaitu respon yang terombang ambing di antara kebudayaan asli dengan kebudayaan asing. Keempat, mediating yaitu individu dapat menyatukan bermacam-macam identitas budaya.

7. Faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan
a. Faktor Pendorong Jalannya Proses Perubahan
1) Kontak dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan.
Ada dua tipe difusi yaitu difusi intra-masyarakat (intra-society diffusion) dan tipe difusi antar masyarakat (inter-society diffusion). Difusi intra-masyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya:
a) Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan.
b) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang dipengaruhi diterimanya atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru.
c) Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama kemungkinan besar tidak akan diterima.
d) Kedudukan dan peran sosial dari individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan mempengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak.
e) Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut.
Sedangkan difusi antar masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain:
a) Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat tersebut.
b) Kemampuan untuk mendemontrasikan kemanfaatan penemuan baru tersebut.
c) Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut.
d) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayan yang menyaingi unsur-unsur penemuan baru tersebut.
e) Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini.
f) Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.
2) Sistem pendidikan formal yang maju
Pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberi nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berpikir secara objektif bagaimana akan memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak.
3) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat maka masyarakat akan merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru. Di Indonesia penghargaan terhadap karya orang lain masih belum tampak terbukti masih banyaknya penjiblakan karya demi memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok dengan mengorbankan orang lain. Penghargaan dapat mendorong seseorang untuk menciptakan karya-karya inovatif sehingga dapat medorong kemajuan disegala bidang kehidupan.
4) Toleransi
Toleransi merupakan sikap menghormati dan menghargai orang lain serta tidak memaksakan apa yang dianggap dirinya benar. Toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang (deviation), dan bukan merupakan delik.

5) Sistem terbuka lapisan masyarakat.
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa kedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan tersebut. Identifikasi terjadi di dalam hubungan superordinasi-subordinasi. Pada golongan yang berkedudukan lebih rendah acapkali terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial sendiri. Keadaan tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety yang dapat menyebabkan seseorang dapat berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
6) Penduduk yang heterogen
Masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan, ras, ideologi yang berbeda mempermudah terjadinya pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan yang demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
Ketidakpuasan yang berlangsung lama dalam masyarakat kemungkinan besar akan mendatangkan revolusi.
8) Orientasi kemasa depan.
Setiap orang yang memiliki orientasi pemikiran kemasa depan pasti akan memiliki tekad untuk terus berusaha agar bisa hidup lebih baik. Berbagai usaha dilakukan agar bisa mencapai cita-cita yang diimpikan.
9) Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
Di dunia ini tidak ada yang diperoleh dengan gratis. Semuanya butuh perjuangan dan pengorbanan untuk dapat mencapai hidup yang baik.

b. Faktor Penghambat
1) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan bahwa masyarakat terkungkung pola-pola pemikirannya oleh tradisi.
2) Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain.
3) Sikap masyarakat yang sangat tradisional.
Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tak adapat diubah, menghambat jalannya proses perubahan. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan konservatif.
4) Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests.
Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan pasti akan ada kelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam masyarakat feodal dan pada masyarakat yang sedang mengalami tradisi. Dalam hal yang terakhir ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi karena selalu mengidentifikasikan diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
5) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
Memang harus diakui kalau tidak mungkin integrasi semua unsur suatu kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa pengelompokan unsur-unsur tertentu mempunyai derajat integrasi tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dihawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat.
6) Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup.
Sikap yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa-bagsa barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari barat, karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit selama penjajahan. Kebetulan unsur-unsur baru kebanyakan berasal dari barat maka prasangka kian besar lantaran hawatir bahwa melalui unsur-unsur tersebut penjajah bisa masuk lagi.
7) Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Biasanya diartikan sebagai usaha berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
8) Adat atau kebiasaan.
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian ternyata pola-pola perilaku tersebut efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian,pembuatan rumah, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah. Misalnya, memotong padi dengan menggunakan mesin akan terasa akibatnya bagi tenaga kerja (terutama wanita) yang mata pencaharian tambahannya adalah memotong padi dengan cara lama. Hal ini merupakan suatu halangan terhadap introduksi alat pemotong baru yang sebenarnya lebih efektif dan efisien.
9) Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.
Konsep kepercayaan bahwa hal-hal buruk yang terjadi merupakan takdir dari yang kuasa dan sulit untuk dirubah. Sehingga menerimanya begitu saja tanpa usaha yang konkrit untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi.

8. Tantangan Globalisasi Terhadap Eksistensi Jati Diri Bangsa
Dalam era reformasi ditandai oleh perubahan besar dalam tata kehidupan, baik ditinjau dari aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, termasuk perubahan dalam dunia pendidikan. Di Indonesia, perubahan besar dipengaruhi oleh dua hal, yaitu globalisasi dalam relasi internasional dan otonomi daerah yang telah diterapkan Indonesia dalam era reformasi sekarang ini. Globalisasi telah mendorong masyarakat menjadi semakin terbuka terhadap pengaruh dari luar wilayah suatu negara, sehingga daya saing antara satu negara terhadap negara lain menjadi hal yang begitu penting dalam hubungan ekonomi antar bangsa. Di tingkat nasional, tuntutan terhadap otonomi, mengemuka sejalan dengan meningkatnya wacana demokratisasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Keberhasilan otonomi daerah ini pada akhirnya sangat tergantung pada kemampuan SDM dalam mengelola potensi alam dan manusia yang dimiliki oleh masyarakat di daerah untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat daerah itu. Pendidikan dapat mengambil peran yang besar dalam transformasi besar tersebut dengan merumuskan kembali visi, misi dan orientasi pendidikannya. Azyumardi Azra (2002: 224) mendefinisikan globalisasi sebagai arus orang-orang, barang-barang dan jasa, informasi dan gagasan melewati batas-batas negara-bangsa dan kebudayaan lokal, nasional dan regional.
Menurut Giddens (2001) globalisasi merupakan fenomena yang hampir tidak bisa dihindari oleh suatu masyarakat modern sekarang, sekalipun tidak semua konsekuensinya menguntungkan dan baik. Bagi negara yang sedang berkembang yang kualitas SDM rendah sehingga produktivitasnya dan daya saing rendah, globalisasi dapat menimbulkan konsekuensi yang kurang menguntungkan bagi perekonomiannya. Oleh karena itu Mansour Fakih (2003) melihat globalisasi sebagai mitos yang diciptakan oleh negara-negara maju untuk memperluas pasarnya di negara berkembang. Dalam perspektif ini, globalisasi perlu diwaspadai sebagai bentuk baru imperialisme (Bello, 2004: 6). Pada awalnya, pengaruh globalisasi sangat terasa pada bidang ekonomi dan telah melahirkan tata ekonomi baru (new economy). Perkembangan new economy menuntut perubahan-perubahan baik di dalam organisasi maupun dalam tingkah laku para pelaku ekonomi. Dengan kata lain, era globalisasi disamping sangat dipengaruhi oleh penguasaan atas teknologi informasi dan komunikasi juga perlu didukung pemahaman terhadap berbagai latar budaya masyarakat antar bangsa (Nugroho dan Cahayani, 2003: 2). Oleh karena itu, wacana besar setelah wacana globalisasi adalah wacana demoratisasi, pluralisme dan multikulturalisme (Sirry, 2003). Pengaruh wacana globalisasi, demokratisasi, pluralisme dan multikulturalisme terhadap pendidikan antara lain adalah perlunya diselenggarakan pendidikan yang lebih demokratis dan tidak diskriminatif. Pendidikan nilai dan watak (afeksi) tetap memiliki relevansi dalam sistem pendidikan nasional, terutama dalam rangka mengembangkan sikap toleran dan semakin meningkatnya pemahaman terhadap kehidupan budaya bangsa sendiri serta menggalang saling pengertian antar budaya dan antar bangsa dalam pergaulan internasional.
Pengaruh globalisasi terhadap pendidikan dapat dipahami dengan melihat bagaimana kehidupan antar bangsa terjalin dan semakin terhubung (interconnected) satu sama lainnya. Bentuk nyata semakin terhubungnya satu bangsa dengan bangsa lain dapat dilihat dari semakin banyaknya tenaga kerja asing dan perusahaan-perusahaan atau koorporasi multinasional dari negara-negara maju melebarkan sayap di berbagai belahan dunia yang lain. Restoran makanan siap saji dan produk minuman bermerek internasional misalnya, sekarang dapat ditemui di berbagai kota-kota di Indonesia. Restoran dan produk minuman ini tidak hanya dimaksudkan untuk melayani tenaga kerja ekspatriat di Indonesia yang jumlahnya tidak terlalu besar, tetapi untuk melayani para pelanggan lokal yang semakin akrab dengan selera produk global ini. Fenomena yang lain, dalam globalisasi juga ditandai dengan ekspansi perusahaan atau koorporasi multinasional dengan menginvestasikan modalnya di negara berkembang, dengan alasan untuk efisiensi dan mendekati pasar. Efisiensi ekonomis dapat dicapai karena di negara berkembang umumnya, tenaga kerja dan beberapa faktor produksi lainnya relatif cukup murah, sedangkan dari sisi pemasaran produk dapat dihemat beberapa biaya, seperti biaya transportasi, karena produk dibuat semakin dekat dengan pasar atau konsumennya. Dengan demikian dapat dipahami mengapa globalisasi dipandang sebagai bentuk imperialisme baru dan menempatkan negara berkembang umumnya sebagai potensi pasar yang terbuka luas. Kemudian permasalahan yang muncul sebagai akibat dari semakin banyaknya perusahaan asing di negara berkembang yang melibatkan tenaga kerja lokal adalah adanya kendala bahasa atau komunikasi dan kesenjangan budaya. Kendala bahasa dapat di atasi dengan waktu yang relatif cepat dengan memberikan kursus atau pendidikan keterampilan berbahasa kepada para staf dan karyawan lokal di suatu perusahaan multinasional, apalagi sekarang banyak lembaga pendidikan yang mengharuskan peserta didik untuk menguasai bahasa, terutama bahasa Inggris dengan standar tertentu sebagai syarat kelulusan. Sementara itu kesenjangan budaya tidak bisa diselesaikan secara cepat dan relatif mudah sebagaimana mengatasi kendala bahasa. Permasalahan lain yang muncul kemudian adalah bagaimana pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan dan ketrampilan bekerja namun juga mampu mengatasi dan mengantisipasi kesenjangan budaya dalam rangka menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan beradaptasi dengan berbagai kultur yang terdapat dalam dunia kerja. Toleransi dan pemahaman terhadap kultur berbagai bangsa akan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam bekerja bersama dengan orang-orang dengan berbagai ragam latar kultural yang berbeda-beda. Kehidupan multikultural semacam ini sekarang dengan mudah di temui di berbagai kota besar di Indonesia, misalnya perusahaan milik Hongkong dan Amerika yang di Indonesia didalamnya bekerja orang India, Singapura dan Indonesia dalam satu kantor. Sebagai ilustrasi Nugroho dan Cahayani (2003: 97) memberikan contoh budaya komunikasi yang muncul antara orang Jepang sebagai pendatang dengan orang Philipina yang bekerja di perusahaan Jepang di Philipina. Orang Philipina menganggap bahwa cara berkomunikasi di perusahaan tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya Jepang. Orang-orang Jepang memiliki kebudayaan untuk membedakan cara berbicara dan kata-kata berdasarkan tingkatan lawan bicaranya. Yang dimaksud cara berbicara ini termasuk sikap tubuh yang memberi hormat dengan menunduk 90 derajat berulang-ulang. Cara dan sikap itu tidak terdapat dalam masyarakat Philipina. Cara berkomunikasi seperti itu dianggap oleh orang Philipina sebagai terlalu formal, eksklusif dan tidak membaur dengan kebudayaan lokal yang relatif lebih praktis. Sebaliknya cara berbicara orang Philipina dianggap tidak sopan bagi orang Jepang. Sebagaimana dikemukakan dalam pendahuluan bahwa globalisasi merupakan fenomena yang sangat terasa terutama dalam bidang ekonomi yang salah satu aspek pentingnya adalah masalah SDM, menurut Kusumohamidjojo (2000: 142) globalisasi telah mendekatkan manusia dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat, kebudayaan dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Di sisi yang lain globalisasi juga bisa mempertinggi tingkat pertentangan antar manusia, antar masyarakat, dan antar kebudayaan. Dengan demikian pendekatan budaya dalam pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pengertian dan pemahaman berbagai latar budaya yang beraneka ragam, disamping tentunya berusaha meningkatkan mutu SDM dan daya saingnya. Dalam kaitannya dengan keberagaman kebudayaan, organisasi multikultural umumnya akan mengadakan pelatihan penanganan keanekaragaman budaya tersebut dengan dua program, yaitu (Nugroho dan Cahayani, 2003: 104): 1. Program untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai perbedaan nilai, sikap, pola perilaku serta cara berkomunikasi. 2. Program untuk mengembangkan keterampilan baru dan kompetensi anggota organisasi, termasuk kemampuan berkomunikasi, keterampilan berbahasa asing dan ketrampilan bernegosiasi. Sedangkan pengaruh globalisasi terhadap eksistensi negara-bangsa dikemukakan oleh Kenichi Ohmae (2002) bahwa ada kecenderungan munculnya negara kawasan (regionalisasi). Munculnya negara kawasan ini sangat kelihatan terutama dalam bidang kerjasama ekonomi, seperti munculnya Uni Eropa dengan mata uang bersama Euro, kerjasama ekonomi APEC, AFTA, dsb. Hal senada dikemukakan Daniel Bell dalam Buchori (2001: 27) yang mengemukakan bahwa ada dua kecenderungan yang bertolak belakang di masa depan, yaitu kecenderungan untuk beritegrasi dalam bidang ekonomi, dan kecenderungan untuk berpecah belah (fragmentasi) dalam kehidupan politik. Dalam beberapa hal, predikasi fragmentasi kehidupan politik ini telah terjadi di negara-negara Eropa Timur dan semenanjung Balkan. Gejala globalisasi sudah lama dirasakan oleh negara-negara berkembang dalam bentuk simbol-simbol modernisasi sebagaimana disebut oleh Alvin Toffler (1992) sebagai 3 F, yaitu Food, Fun dan Fashion. Food maksudnya makanan sebagaimana meluasnya berbagai produk makanan fast foods dan junk foods seperti Kentucky Fried Chicken (KFC), Mc Donald, Pizza, dsb. Disamping produk makanan, masyarakat negara berkembang juga semakin akrab dengan minuman Coca Cola, Pepsi, Sprite, dan produk-produk lainnya. Pengaruh dunia fun bisa dilihat dari begitu besarnya pengaruh hiburan baik berupa film layar lebar maupun televisi, musik dan dunia gemerlap lainnya. Dunia hiburan ini erat hubungannya dengan fashion, karena melalui dunia hiburan diperkenalkan model baju, asesori, rambut dan dandanan lainnya. Pengaruh ini ternyata tidak hanya terjadi pada kaum remaja saja. Tentu masih ingat diwaktu yang lalu ketika muncul “demam” potongan rambut Demi Moore setelah sukses sang bintang dalam film Ghost, sehingga dari ibu-ibu rumah tangga sampai dengan pembantu rumah tangga berpotongan rambut “ala Polwan” ini. Sedangkan Kenichi Ohmae (2002) menyebutkan besarnya pengaruh “4I” yang dalam era global. Empat I tersebut meliputi: Pertama, Investasi. Pasar modal dunia telah kelebihan investasi untuk memenuhi keperluan negara-negara maju, dan masalahnya kesempatan investasi yang menjanjikan keuntungan besar tidak selalu sama dengan negara dari mana dana itu berasal. Investasi tidak lagi dibatasi oleh batas geografis ataupun bangsa, bahkan sekarang kehadirannya dinantikan di berbagai negara berkembang di Asia pada umumnya dan sebagaimana investasi asing pada umumnya, investasi asing ini bisa pergi manakala iklim investasi di negara berkembang tersebut dianggap tidak lagi menguntungkan. Kasus penutupan pabrik elektronik Sony dan Sepatu Nike di Indonesia dapat menjelaskan fenomena ini. Dengan demikian posisi negara berkembang dalam investasi juga cukup lemah. Kedua, Industri. Industri tidak lagi harus melakukan negoisasi dengan kepentingan pemerintah. Di masa lalu pemerintah sebagai representasi negara dapat melakukan regulasi pajak, bea masuk atau subtitusi ekspor sebagai strategi melindungi (proteksi) industri dalam negeri. Di masa sekarang bentuk proteksi dan berbagai bentuk entry barier dilarang dan negara yang merasa dirugikan oleh perdagangan yang tidak adil dapat mengajukannya ke sidang GATT atau WTO. Dunia industri asing yang berada pada suatu negara pada umumnya bertujuan untuk mendekati pasar potensial sekaligus mengurangi ongkos produksi seperti misalnya murahnya tenaga kerja, tersedianya sumber daya alam dan untuk mengurangi ongkos transportasi. Ketiga, teknologi informasi (IT- Information Tecnology). Dengan kemajuan perkembangan teknologi seperti internet misalnya, maka dapat dipahami bagaimana jaringan perusahaan multinasional mengembangkan jaringan teknologi informasi yang memungkinkan perusahaan pusat untuk mengendalikan berbagai anak perusahaannya yang tersebar di berbagai belahan dunia yang lain. Internet dan chating adalah salah satu contoh yang mudah tentang bagaimana antar orang dapat berkomunikasi tanpa kendala tempat, ruang dan waktu. Hal ini tentu semakin mengukuhkan bagaimana new economy dunia di masa depan nanti terbentuk. Keempat, konsumen individual (Individual Costumer). Para konsumen tidak lagi dikondisikan oleh larangan-larangan oleh pemerintah. Atau dengan kata lain, pemerintah tidak dapat melarang konsumsi warganya. Para konsumen dapat melakukan pemilihan terhadap produk yang akan mereka konsumsi, misalnya karena harganya lebih murah, sesuai selera dan kualitas lebih baik tanpa memperdulikan dari negara mana barang itu berasal. Kompetisi antar bangsa dalam produk barang dan jasa menjadi semakin ketat. Kompetisi itu bisa berupa harga, mutu maupun jumlah tanpa memperhatikan dari mana barang itu berasal. Dengan demikian batas-batas negara dan bangsa semakin kabur. Karena dulu kedaulatan negara selalu identik dengan kedaulatan wilayah, ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Namun dengan globalisasi kedaulatan ekonomi, sosial, budaya dan bahkan politik menjadi surut berkurang karena bergitu besarnya pengaruh internasional. Dalam kaitannya dengan aspek internasionalisasi dalam aspek ekonomi dalam era global ini Jeff S. Luke (1999: 16) menyatakan dua hal. Pertama, integrasi global dari pasar modal sebagai salah satu bentuk dari produk revolusi komunikasi sehingga memudahkan kapital berpindah dari negara-negara maju, dengan cepat berpindah ke ekonomi dunia. Kedua, pembangunan industri yang mendunia telah diperkuat dengan persebaran pertumbuhan cepat sebagai akibat kemajuan teknologi. Baik penjelasan Ohmae dan Luke sama-sama menjelaskan bahwa globalisasi adalah keniscayaan.
Multikulturalisme di era global, globalisasi di mana masyarakat saling terhubung dan batas-batas kultural antar bangsa semakin terbuka, maka keunggulan dan daya saing suatu bangsa atas bangsa lain menjadi faktor yang penting. Di sisi lain, perlu dikembangkan pemahaman baru dan mendukung terciptanya kultur yang semakin toleran terhadap keragaman kebudayaan bangsa-bangsa yang lain sehingga dapat terjalin kerja sama yang adil dalam hubungan antar masyarakat dan bangsa. Keunggulan suatu masyarakat atau bangsa terhadap masyarakat atau bangsa yang lain tidak seharusnya menimbulkan diskriminasi, eksploitasi dan ketergantungan negara maju atas negara berkembang. Dengan kata lain, perlu diciptakan sistem global yang lebih adil sehingga setiap negara berkembang dapat menikmati kemakmuran bersama-sama dengan negara maju. Sementara itu negara berkembang dapat menumbuhkan sikap toleran yang didasarkan nilai-nilai persamaan (equality) dan keadilan (equity). Dalam rangka pengembangan SDM yang sadar globalisasi, maka dunia pendidikan dapat mengembangkan nilai-nilai multikulturalisme dalam rangka mempersiapkan peserta didik menghadapi globalisasi. Pendidikan dapat mempersiapkan jenis-jenis ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diperkirakan semakin dibutuhkan di masa depan sekaligus dapat menciptakan kondisi kultural yang semakin kondusif terhadap keragaman, baik keragaman di tingkat lokal, nasional dan internasional. Dengan demikian persiapan SDM melalui pendidikan seharusnya dapat menjawab tantangan lokal, nasional dan global. Dewasa ini multikulturalisme ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembahasan tentang globalisasi. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama (Sirry, 2003). Multikulturalisme dalam pendidikan dapat diintegrasikan dalam pendidikan nilai dan watak (karakter) dan pada umumnya pendidikan nilai dan watak efektif bila diberikan sejak usia dini. Kesiapan lembaga pendidikan dalam menghadapi isu globalisasi perlu dilakukan oleh pimpinan berserta seluruh tenaga pendidik. Dalam kaitannya dengan profesionalisme tenaga pendidik, maka seorang tenaga pendidik yang professional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, antara lain, memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, memiliki etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus (continuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar dan semacamnya (Sidi, 2001: 38-39). Dalam hal ini, kemampuan menguasai teknologi informasi dan komunikasi (ICT- Information Communications Tecnology) menjadi faktor yang cukup penting bagi eksistensi sebuah bangsa. Bila apa yang dikemukakan di muka lebih menunjukkan pada kompetensi dalam artian akademis, maka staf pendidik yang profesional, disamping menunjukkan kompetensi akademis juga harus dibarengi dengan kompetensi etis karena setiap profesi memiliki nilai-nilai etika yang melekat pada pekerjaan itu (Buchori, 2001:104). Etika atau moralitas profesi ini tepat bila dikembangkan di lembaga pendidikan dan pimpinan beserta seluruh tenaga pengajar dapat mengajarkannya melalui contoh dan keteladanan. Di masa depan, bukan hanya kecerdasan intelektual saja yang dibutuhkan oleh perserta didik, namun juga kecerdasan emosional, moral dan spiritual. Staf pengajar yang mampu menjaga integritas pribadi tentu akan lebih berwibawa untuk mengantarkan peserta didiknya menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan. Kompetensi lain yang juga diperlukan tenaga pengajar, terutama tenaga pengajar bidang sosial dan pendidikan nilai adalah kompetensi kemasyarakatan. Kompetensi kemasyarakatan adalah kemampuan tenaga pengajar sebagai pribadi untuk hidup dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iklim demokrasi di dalam kelas, maka tenaga pendidik harus memiliki wawasan yang luas serta pengalaman bermasyarakat. Masyarakat bagi pendidikan adalah salah satu sumber belajar yang penting yang harus terus dipelajari dan dikaji sebagai persiapan peserta didik hidup di dalamnya. Apalagi demokrasi bukanlah warisan melainkan diperoleh dan didapatkan melalui proses pembelajaran (learning). Sedangkan berkaitan dengan pencapaian tujuan belajar, disamping harus dipersiapkan melalui pengembangan materi ajar, juga perlu dilakukan dengan pengembangan metode pembelajaran. Metode konvensional seperti ceramah, perlu divariasikan dengan metode lain yang lebih demokratis dan dengan komunikasi dua arah sehingga dapat menggali dan mengembangkan potensi dan kreativitas anak didik. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengembangkan pendidikan yang demokratis ini antara lain active learning, pembelajaran siswa aktif, maupun pembelajaran portofolio.

9. Gagasan/ Pemikiran Untuk Mengatasi Memudarnya Jati Diri Bangsa
Eksistensi bangsa dan negara dalam era global. Ada dua pendapat dalam menjawab pertanyaan bagaimana eksistensi sebuah bangsa dan negara dalam era global dan masing-masing pendapat tersebut mempunyai argumentasi yang sama-sama kuat. Pendapat pertama menyatakan bahwa globalisasi tidak mengurangi eksistensi organisasi negara dan, pendapat kedua menyatakan bahwa eksistensi organisasi negara menjadi berkurang di era global. Presiden Indonesia keempat dalam menjalankan pemerintahan percaya terhadap pendapat bahwa good government is less government atau pemerintah yang baik adalah pemerintah yang sedikit mungkin mengatur masyarakat (memerintah). Pendapat ini bukan sama sekali baru. Banyak pemikiran tentang peran pemerintah menyatakan hal yang sama. Hal ini menimbulkan perdebatan lama tentang seberapa besar seharusnya peran pemerintah dalam mengatur masyarakat dan seberapa besar hak dan kebebasan yang dimiliki masyarakat dan tidak dapat diintervensi oleh pemerintah (negara). Pendapat semacam ini muncul karena dikotomi rakyat dan negara. Sehinga konklusinya, negara dinyatakan kuat apabila masyarakat lemah, dan sebaiknya negara lemah apabila masyarakat terlalu kuat. Bila pendapat ini benar maka negara yang kuat akan melakukan berbagai regulasi untuk mencapai tujuan-tujuan negara dengan mereduksi hak-hak masyarakat. Tujuan itu misalnya berkaitan dengan tujuan pembangunan ekonomi, industri, moneter, pendidikan, perdagangan, pertahanan keamanan, politik, sosial dan budaya. Regulasi negara terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat ini akan mengurangi kebebasan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan tersebut. Akibatnya masyarakat merasa terkekang dan kehidupan politik menjadi tidak demokratis ketika negara terlalu kuat. Sebaliknya apabila negara lemah dan individu-individu dalam masyarakat menjadi kuat maka inisiatif masyarakat menjadi begitu berpengaruh terhadap keputusan dan pemenuhan kebutuhan bersama. Di Indonesia, otonomi daerah adalah sebagai salah satu bentuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat lokal dan masyarakat pada umumnya. Sekalipun dampak negatifnya sudah tampak misalnya pindahnya KKN dari pusat ke daerah, munculnya “raja-raja” kecil di daerah, naiknya jumlah dan jenis pajak daerah sehingga beban masyarakat menjadi semakin berat. Hal ini tentu tidak sejalan dengan tujuan dari otonomi daerah itu sendiri untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya alam dan manusia untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat di daerah. Di tingkat global, negara yang kuat akan mengakibatkan sulitnya intervensi negara asing terhadap negara tersebut karena setiap bantuan serta negara atau lembaga asing tidak dapat langsung diberikan kepada masyarakat sehingga di masa lalu kebocoran dana pembangunan sangat besar. Perlu kiranya dipahami bahwa bantuan asing hampir selalu disertai misi untuk melindungi dan membentuk citra (image) yang baik terhadap lembaga dan kepentingan negara tersebut di negara yang diberi bantuan. Dengan kata lain, bantuan yang diberikan oleh negara donor tidaklah gratis. Ada pamrih. Bahkan ada kecenderungan berbagai hutang/bantuan luar negeri menjadi perangkap ketergantungan negara periferal terhadap negara center, negara marginal terhadap negara dominan, negara miskin terhadap negara kaya (Rachbini, 1995). Demikian juga globalisasi tidak lepas dari desain negara maju dalam rangka memenuhi kepentingan ekonomi dan industrinya. Isu demokrasi, hak asasi manusia (HAM), gender, pluralisme dan multikulturalisme harus dipandang sebagai bagian dari desain hegemoni negara maju terhadap negara berkembang. Karena Amerika Serikat sebagai kampiun demokrasi, belakangan ini tidak dapat lagi menjadi contoh bagi demokrasi karena menggunakan standar ganda dalam isu penegakan HAM. Demikian juga dalam isu globalisasi, di satu sisi merupakan hal yang tidak bisa dihindari namun di sisi lain tidak semua konsekuensinya baik. Isu demokrasi, pluralisme dan multikulturalisme pun pantas diberi catatan karena isu tersebut bila tidak dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip equity (keadilan) dan equality (persamaan) sehingga isu tersebut menjadi kehilangan makna. Sebagaimana dikemukakan di muka, sekalipun tidak semua konsekuensi globalisasi baik bahkan banyak masyarakat negara menolak, termasuk masyarakat Eropa sendiri, namun bagi bangsa Indonesia globalisasi merupakan hal yang suka tidak suka, mau tidak mau harus diterima kehadirannya. Namun perlunya kiranya dikembangkan strategi kebudayaan untuk meminimalisir dampak globalisasi yang merugikan. Strategi kebudayan ini dikembangkan berdasarkan komitmen masyarakat bangsa untuk mendahulukan kepentingan nasional dalam mengadakan interaksi ataupun kerjasama dengan negara bangsa lain. Bila di era globalisasi semakin peran negara semakin berkurang, maka fungsi filter terhadap kebudayaan dan pengaruh asing yang merusak dapat efektif dilakukan oleh individu-individu dalam masyarakat.
Globalisasi dapat mereduksi eksistensi negara dari organisasi negara yang kuat menjadi organisasi negara yang lemah. Namun eksistensi masyarakat yang semakin kuat di era otonomi ini bila tidak dibarengi dengan kemajuan yang berarti dalam etika dan perilaku masyarakat tentu akan menjadi hambatan. Masyarakat yang diharapkan semakin mendukung otonomi daerah yang disemangati oleh prinsip demokratisasi dan penguatan partisipasi masyarakat daerah dalam mengelola kekayaan dan sumber daya daerah untuk kesejahteraan masyarakat daerah, dapat terpinggirkan kembali. Jejaring globalisasi juga telah merambah ke daerah antara lain dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang memberikan peluang bagi daerah untuk mengadakan kerjasama luar negeri dan pinjaman luar negeri. Dengan demikian semakin diperlukan pemerintahan daerah yang kuat baik secara legitimasi (politik), SDM, maupun manajemen (akuntabilitas). Sedangkan di sisi lain, filter terhadap pengaruh budaya asing yang merusak lebih banyak tergantung kepada kemampuan individu-individu dalam memilih mana yang baik dan yang tidak baik. Dengan demikian pembentukan manusia yang otonom secara sosial, politik dan ekonomi akan menjadi kontrol yang efektif dari dampak negatif globalisasi.


RANGKUMAN
• Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosial.
• Bentuk-bentuk perubahan yaitu perubahan lambat dan perubahan cepat; Perubahan kecil dan perubahan besar; Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planned-chage) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unitended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change); Perubahan struktur dan perubahan proses.
• Perspektif teori perubahan sosial dibagi menjadi 5 yaitu teori evolusioner, teori siklus, teori perkembangan (linear), teori fungsional (Talcott Parsons), teori konflik (Karl Mark).
• Proses Perubahan Sosial; Penemuan baru (discovery) yaitu penemuan merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada; Invensi (Invention) yaitu suatu kombinasi baru/ cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada; Difusi (difution) yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
• Soemardi mengatakan bahwa secara umum penyebab dari perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dan perubahan yang berasal dari luar masyarakat.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan faktor-faktor pendorong perubahan sosial !
2. Jelaskan konsepsi tentang kenkalan remaja !
3. Jelaskan mengenai proses perubahan sosial budaya !
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan integrasi !
5. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang masyarakat tradisional !

TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikan dengan teman-temanmu mengenai damfak dari globalisasi yang terjadi saat ini !.




L. LEMBAGA SOSIAL
1. Pengertian Lembaga Sosial
Pengertian lembaga sosial (social institution) merujuk pada dua pengertian:
- Sistem nilai dan norma sosial
- Bentuk atau organ sosial
Para sosiolog mendefinisikan lembaga sosial berdasarka aspek mana yang lebih utama. Pendapat tersebut antara lain:
a. Paul Horton dan Chester L. Hunt
Lembaga sosial adalah sistem norma-norma dan hubungan-hubungan penyatuan nilai dan prosedur-prosedur tertentu untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
b. Peter L Berger
Lembaga sosial adalah prosedur yang menyebabkan perbuatan manusia ditekankan oleh pola tertentu dan dipaksa bergerak sesuai dengan keinginan masyarakat.
c. Mayor Polak
Lembaga sosial adalah kompleks atau sistem peraturtan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai penting.
d. W. Hamilton
Lembaga sosial adalah tata cara kehidupan kelompok dengan derajat sanksi.
e. Robert Mac Iver dan CH page
Lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara untuk mengatur hubungan antar manusia dalam suatu kelompok masyarakat.



f. Leopold Von Wiese dan becker
Lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antar manusia dan kelompok yang berfungsi memelihara hubungan tersebut sesuai minat dan kepantingan individu dan kelompok.
g. Koenjaraningrat
Lembaga sosial adalah sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas memenuhi komplesitas kebutuhan khusus manusia.
h. Soerjono Soekanto
Lembaga sosial adalah himpunan norma berkisar dari segala tingkatan kebutuhan pokok manusia.
Dari pengertian-pengertian diatas diketahui bahwa lembaga sosial berkaitan dengan;
a. Seperangkat norma yang saling berkaitan, bergantung dan mempengaruhi.
b. Seperangkat norma yang dapat dibentuk, diubah dan dipertahankan sesuai dengan kebutuhan hidup.
c. Seperangkat norma yang mengatur hubungan antar warga masyarakat agar dapat berjalan tertib dan teratur.
Lembaga sosial merupakan sekumpulan norma yang tersusun secara sistematis yang terbentuk dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia yang bersifat khusus. Lembaga sosial sebagai sitem gagasan terorganisasi yang ikut serta dalam perilaku. Untuk memfungsikan sekumpulan norma atau gagasan perilaku, setiap lembaga sosial memiliki beberapa asosiasi atau organisasi. Hubungan antara lembaga sosial dan asosiasi.




Lembaga Asosiasi atau organisasi
Perkawinan
Pendidikan
Agama
Pemerintahan
perekonomian Kantor urusan agama
Perguruan Tinggi, SMA, SMP, SD
Masjid, gereja, Pura, wihara
Partai, Parlemen
PT, Firma, CV

2. Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial adalah individu yang saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhannya. Individu memiliki sejumlah nilai yang kemudian terhimpun menjadi cita-cita masyarakat. Nilai tersebut terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat sehingga terbentuklah norma. Kemudian terbentuk sistem norma yang melembaga atau institusionalisasi sehingga terjadi lembaga sosial yang berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Suatu lembaga terbentuk akibat dari berbagai aktivitas manusia baik secara sadar maupun tidak sadar, baik disengaja maupun tidak disengaja. Peristiwa tingkah laku manusia yang selalu diulang-ulang dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan mencari berbagai alternatif kebutuhan itu akhirnya melembaga dan melekat pada masing-masing individu. Dengan demikian lembaga itu suatu ketika lahir, tumbuh kembang dan matinya sebuah aktivitas yang melembaga biasanya akan bersama dengan lahir, tumbuh kembang dan matinya manusia sebagai perilaku aktivitas tersebut.




Diagram tumbuhnya pranata sosial
Norma Pola-pola kebudayaan Proses melembaga Pedoman masyarakat
Usage
Folkways
Mores
Castum
Institusionalisation
Institusionalized
internalized Diketahui
Dimengerti
Dipahami Karena memiliki manfaat dan fungsi.
Ditaati dan dihargai
Keterangan
a. Pola-pola membudaya.
1) Institusionalisation
Suatu proses yang dilewati oleh semua norma-norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu norma lembaga kemasyarakatan, sehingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
2) Institusionalized
Suatu tahap pengenalan dan penerimaan ide-ide pada masyarakat.
3) Internalized : Pendarah dagingan
Suatu tahap penerimaan norma terhadap masyarakat sehingga masyarakat berkeinginan untuk selalu berbuat atau bertingkah lakusejalan dengan apa yang sudah dimengerti.
b. Fungsi dan manfaat lembaga sosial secara umum
1) Fungsi secara umum
a) Memberikan pedoman kepada masyarakat begaimana mereka harus bertingkah laku dalam memenuhi kebutuhan pokok/ bersama.
b) Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan
c) Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.
2) Manfaat secara umum
a) Sebagai pengawas atas konsekuensi hidup orang banyak.
b) Badan pembina sosio budaya yang menjamin stabilitas sosial yang berkelangsungan.
c) Menyediakan peranan-peranan sosial dengan sikap yang sesuai dengan institusi tersebut sehingga setiap orang dapat memilih lembaga mana yang sesuai dengan keinginan individu.

3. Fungsi Lembaga Sosial
1) Fungsi Manifes (nyata)
Fungsi yang disadari dan menjadi harapan banyak orang.
Contoh;
a) Keluarga sebagai lembaga internalisasi dan sosialisasi nilai dan norma.
b) Lembaga ekonomi tempat terjadinya proses produksi dan distribusi.
2) Fungsi laten (tersembunyi)
Fungsi yang tidak disadari dan bukan menjadi tujuan utama lembaga, cenderung tidak nampak, dan tidak diharapkan tetapi ada.
Contoh;
a) Lembaga keluarga, pernikahan untuk menutupi rasa malu sebutan tidak laku.
b) Lembaga politik persaingan untuk berkuasa kemudian menumpuk kekayaan.



4. Karakteristik Lembaga Sosial
a. Memiliki simbol sendiri, sebagai tanda khasan atau ciri khusus lembaga.
Contoh;
1) Lembaga hukum; timbangan
2) Lembaga keluarga; cincin makan
b. Memiliki tanda tertib dan tradisi, sebagai panutan secara tertulis dan tidak tertulis oleh anggotannya. Contohnya; lembaga keluarga ada aturan menghormati anggota keluarga yang lebih tua.
c. Usianya lebih lama sehingga terjadi pewarisan dari generasi ke generasi.
d. Memiliki alat kelengkapan untuk mewujudkan tujuan lembaga.
e. Memiliki idiologi sistem gagasan mendasar yang dimiliki bersama, dianggap ideal oleh anggotanya.
f. Memiliki tingkat kekebalan/ daya tahan, tidak akan lenyap begitu saja. Contoh; kurikulum pendidikan dan adat istiadat.

5. Unsur-unsur Lembaga Sosial





Keterangan;
a. Individu
Inti dari sebuah lembaga adalah kumpulan individu jika kita melihat manusia dari aspek individu, maka kita akan mengetahui hakikat manusia secara eksistensi sebagai makhluk individu (manusia yang unik) dan sebagai makluk sosial (manusia yang tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lain).
b. Lembaga Keluarga
Proses alami bagi setiap individu yang sudah dewasa cepat atau lambat akan membentuk keluarga. Disanalah akan dilahirkan individu-individu barusebagai penerus atau generasi baru.
c. Lembaga Sosial
Merupakan akomodasi dari berbagai macam individu dan individu tersebut bersumber dari berbagai keluarga.
d. Lembaga Kemasyarakatan
Pada prinsipnya mendekati sama dengan lembaga sosial tetapi berdasarkan kajianyang mendalam lembaga kemasyarakatan cenderung bersifat lebih luas bila dibanding dengan lembaga sosial.
e. Lembaga Negara
Merupakan lembaga terbesar pada tingkat tataran “state”. Lembaga ini memiliki kekuasaan dan kekuatan yang paling tinggi bila dilihat dari kacamata kedudukan dan wewenang.

6. Tipe-tipe Lembaga Sosial
Di bawah ini akan diuraikan tipe-tipe lembaga sosial menurut pendapat JL. Gillin and JP. Gillin, sebagai berikut:
a. Tipe pranata sosial dilihat dari sudut perkembangannya
1) Crescive institution atau lembaga paling primer
Suatu tipe lembaga yang tumbuh tidak sengaja dan tumbuhnya berasal dari adat istiadat. Contoh; hak milik, bentuk-bentuk perkawinan, dan lumbung padi.
2) Enacted institution
Tipe lembaga yang dibentuk dengan sengaja dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang bersangkutan. Contoh lembaga utang piutang, lembaga pendidikan dan lembaga perdagangan. Semuanya ini berakar dari kebiasaan-kebiasaan yang sistimatis dan diatur kemudian dituangkan lembaga-lembaga yang disahkan oleh pemerintah.

b. Tipe lembaga sosial dilihat dari sudut nilai
1) Basic institution
Dianggap sebagai lembaga sosial yang paling penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertibdalam masyarakat. Contoh; lembaga keluarga dan lembaga agama.
2) Subsidiary institution
Lembaga sosial yang dianggap kurang penting oleh sekelompok masyarakat tertentu, misalnya lembaga rekreasi dan lembaga olah raga.

c. Tipe lembaga sosial dilihat dari sudut penerimaan oleh masyarakat.
1) Aproved social institution
Tipe lembaga ini merupakan lembaga-lembaga yang diterima oleh masyarakat karena dirasa memberi manfaat dankeuntungan serta sangat dibutuhkan misalnya lembaga agama, lembaga pendidikan, lembaga perdagangan, lembaga bantuan hukum dan lembaga penitipan anak danlembaga-lembaga swadaya masyarakat.
2) Unproved= un sanctioned intitution
Tipe lembaga ini ditolak oleh masyrakat secara umum sebab lembaga ini dianggap meresahkan dan merugikan masyarakat secara umum, misalnya gank persatuan perampok/ copet/ gali/momoli/ kumpul kebo/ kaum gay, lebian/ homo seks dan lembaga perakitan bom ilegal.

d. Tipe lembaga sosial dilihat dari sudut penyebarannya.
1) General institution
Suatu lembaga yang lahir atas dasar faktor penyebaran sehingga dikenal di seluruh dunia, misalnya lembaga pemerintahan, lembaga agama dan perserikatan bangsa-bangsa.
2) Ristricted institution
Suatu lembaga yang dikenal hanya terbatas pada suatu masyarakat atau negara tertentu, misalnya lembaga adat, lembaga keyakinan/ aliran dan lembaga pemerintahan (khususnya pada sistemnya).

e. Tipe lembaga sosial dilihat dari sudut fungsinya.
1) Operative institution
Suatu lembaga yang befungsi untuk menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya LSM, IMF, UMDB, dan lembaga industri.
2) Regulated institution
Lembaga yang berfungsi mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak mutlak manjadi bagian dari pada lemabaga tersebut. Contoh lembaga hukum dan lembaga ferifikasi.
Kelima tipe lembaga sosial di atas dapat mengetahui adanya bermacam-macam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat tertentu. Jadi setiap masyarakat mempunyai sistem nilai yang menentukan lembaga sosial mana yang dianggap paling atas dari lembaga-lembaga sosial lainnya. Semuanya tergantung dari masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan jenis-jenis masyarakat yang erat kaitannya dengan keberadaan lembaga sosial ada tiga yaitu:
a. Masyarakat totaliter
Suatu masyarakat yang menganggap negara sebagai lembaga kemasyarakatan yang pokok membawahi lembaga-lembaga lain seperti lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga keluarga dan lain sebagainya. Contoh lembaga Unisoviet dan Rusia.
b. Masyarakat homigen dan tradisional
Suatu masyarakat yang mengangap lembaga kemasyarakatansatu dengan yang lainnya sebagai suatu institusi configurasi (pola-pola hubungan). Contohnya, terciptanya suatu desa swasembada karena dukungan dari berbagai komponen kelembagaan pada tingkat desa. Komponen tersebut antara lain, lembaga perekonomian desa, lembaga keamanan desa, lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan.
c. Masyarakat komplek atau terbuka
Masyarakat beranggapan dan percaya bahwa terjadinya perubahan sosial dan udaya dianggap sebagai sarana untuk merubah norma dalam rangka pemenuhan kebutuhan.

7. Hubungan, Peran dan Fungsi Lembaga Sosial
Tabel keterkaitan antara lembaga sosial dan kelompok sosial
Bidang Kegiatan Lembaga Sosial Kelompok Sosial
1. Kekerabatan
2. Ekonomi
3. Olahraga
4. Pendidikan
5. Politik
6. Keagamaan Sistem kekerabatan
Sistem perdagangan dan perbankan
Persepakbolaan, pencak silat
Kurikulum, perpustakaan
Sistem kepartaian, demokrasi, pemerintahan
KeTuhanan YME, ajaran agama Keluarga batih
Koperasi, perseroan terbatas
PSSI, PPSA
PGRI, HMI
Parpol, negara
Masjid, majelis Gereja

Sumber: Buddy L. Worang 1983
a. Lembaga Keluarga
1) Ada 3 bentuk keluarga;
a) Keluarga inti (batih, somah, nuclear family) terdiri dari ayah, ibu dan anak-naka yang belum menikah.
b) Keluarga besar (extended family) ikatan keluarga dalam satu keturunan, kakek, nenek, ipar, paman dsb.
c) Keluarga poligamous, beberapa keluarga inti yang dipimpin oleh satu kepala keluarga.
2) Proses terbentuknya lembaga keluarga adalah melalui pernikahan baik secara agama, adat dan hukum.
a) Dimulai interaksi antara pria dan wanita.
b) Interaksi berulang-ulang hingga terjadi proses perkawinan.
c) Setelah perkawinan terbentuk keturunan kemudian keluarga inti.
3) Tujuan perkawinan yaitu
a) Untuk mendapat keturunan
b) Untuk meningkatkan derajat dan status sosial.
c) Mendekatkan hubungan kekerabatan besar kedua mempelai
d) Harta waris tidak jatuh kepada orang lain
4) Hikmah atau manfaat perkawinan
a) Terpeliharanya kehormatan manusia bersusila.
b) Menghubungkan tali persaudaraan dan memperbanyak keluarga.
c) Keluarga dan masyarakat sejahtera.
5) Bentuk-bentuk perkawinan
a) Menurut jumlah suami dan istri
(1) Monogami merupakan perkawinan satu pria dan satu wanita.
(2) Poligami merupakan perkawinan yang beristri atau bersuami lebih dari satu orang.
(a) Poligini; seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang.
(b) Poliandri; seorang wanita yang bersuami lebih dari satu orang.
b) Menurut asal suami dan istri
(1) Endogami ialah perkawinan dari lingkungan sendiri.
(2) Eksogami ialah perkawinan di luar lingkungan sendiri
(a) Connubium circulation/ asymetris (sepihak), hubungan perkawinan dimana dua klan hanya mempunyai satu kedudukan sebagai pemberi atau penerima gadis.
(b) Connubium symetris, hubungan perkawinan di mana dua klan saling tukar menukar pasangan.
(c) Homogami, pernikahan dalam strata/ status sosial yang sama.
(d) Heterogami, pernikahan antara dua keluarga yang berbeda lapisan sosialnya.
c) Menurut hubungan kekerabatan
(1) Cross cousin (sepupu silang), perkawinan antara saudara sepupu anak anak saudara laki-laki ibu, anak saudara perempuan ayah.
(2) Paralel cousin (sepupu silang), perkawinan di mana ayah atau ibu mereka bersaudara.
d) Menurut pembayaran mas kawin
Pada masyarakat tertentu, perkawinan disetujui keluarga wanita bila keluarga pria menyerahkan mas kawin. Pada masyarakat Manggarai (Flores) disebut belis. Pada beberapa daerah mas kawin juga menentukan prestise/ kehormatan kedua keluarga. Semakin tinggi angka atau jumlah mas kawin semakin tinggi prestise kedua keluarga di mata masyarakat.
6) Pola menetap sesudah perkawinan
a) Patrilokal (Virilokal), suami istri bertempat tinggal di sekitar pusat kerabat suami.
b) Matrilokal (otorilokal), suami istri tinggal di sekitar kerabat istri.
c) Bilokal, menetap bergantian antara kerabat istri dan suami.
d) Neolokal yaitu bertempat di tempat baru.
e) Avunkulokal yaitu menetapdi rumah saudara laki-laki ibu (paman) dari pihak suami.
f) Natalokal yaitu suami istri terpisah tinggal di tempat kelahiran masing-masing, bertemu dalam waktu yang relatif pendek.
g) Utrolokal yaitu bebas menentukan tempat tinggal.
h) Komonlokal yaitu tinggal didalam kelompok di mana kedua orang tua dari pihak laki dan perempuan berdiam.
7) Fungsi Keluarga
a) Fungsi Manifes
(1) Fungsi reproduksi
(2) Fungsi sosialisasi
(3) Fungsi afeksi
(4) Fungsi ekonomi
(5) Fungsi pengawasan sosial.
(6) Fungsi proteksi.
(7) Fungsi pemberian status.
b) Fungsi laten
(1) Sarana pertemuan hidung belang
(2) Sarana perjudian / rumah bandit atau bandar.
(3) Tempat menimbun harta curian.
8) Susunan keluarga
a) Bentuk keluarfa bilateral (cognatic Descent), menghitung hubungan keluarga melalui pihak ayah maupun ibu.
(1) Prinsip ambilineal (operative descent), menghitung garis kerabat terkadang melalui ayah atau ibu.
(2) Prinsip konsentris, menghitung garis keluarga sampai suatu jumlah tertentu (terbatas).
(3) Prinsip primogenitus, menghitung garis keluarga melalui ayah dan ibu yang usianya tertua saja (sulung) untuk menentukan pembagian warisan keluarga.
(4) Prinsip ultimogenitur, yaitu garis keluarga dihitung melalui ayah atau ibu yang usianya termuda saja (bungsu).
b) Bentuk keluarga unilateral (unilineal), hanya dihitung dari satu garis keturunan, ayah atau ibu.
(1) Patrilineal yaitu garis keturunan dihitung dari garis ayah contohnya, Batak.
(2) Matrilineal yaitu garis keturunan yang dihitung dari garis ibu contohnya, Minangkabau.
9) Unsur lembaga keluarga
a) Pola perilaku; afeksi, kesetiaan, tanggungjawab, rasa hormat, dan kepatuhan.
b) Budaya simbolis; mas kawin, cincin kawin, busana pengantin, dan upacara.
c) Budaya manfaat; rumah. Aparteman, alat rumah tangga, dan kendaraan.
d) Kode spesialisasi; ijin kawin, kehendak, keturunan, dan hukum perkawinan.
e) Idiologi; cinta, kasih sayang, keterbukaan, familisme, dan individualisme.

b. Lembaga Pendidikan
Adanya kebutuhan intensitas (kedalaman) pengetahuan atau pendidikan setiap masyarakat berbeda.
1) Ada 3 bentuk lembaga;
a) Pendidikan formal: sekolah.
b) Pendidikan non-formal: lembaga kursus
c) Pendidikan informal: keluarga.


2) Fungsi lembaga pendidikan
Menurut Horton dan Hunt terdapat 2 fungsi pendidikan;
a) Fungsi manifest
(1) Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
(2) Mengembangkan bakat perorangan.
(3) Melestarikan budaya.
(4) Menanamkan keterampilan.
b) Fungsi laten
(1) Mengurangi pengendalian orang tua.
(2) Menyediakan sarana pembangkangan.
(3) Mempertahankan sistem kelas sosial.
(4) Memperpanjang masa remaja.
Sedangkan menurut David Popenoe, terdapat 4 macam fungsi pendidikan :
a) Transmisi (pemindahan) kebudayaan masyarakat.
b) Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
c) Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
d) Sumber inovasi sosial.
3) Unsur-unsur lembaga pendidikan
a) Pola perilaku; cinta pengetahuan, kehadiran, meneliti, dan semangat belajar.
b) Budaya simbolis; seragam sekolah, maskot, lagu sekolah, dan logo.
c) Budaya manfaat; kelas, perpustakaan, buku, laboratorium, dan tingkatan strata.
d) Kode spesialisasi; akreditasi, tata tertib, kurikulum, dan tingkatan/ strata.
e) Idiologi; keberhasilan akdemis, pendidikan progresit, inovatif, dan klasikisme.


c. Lembaga Politik
Lembaga politik berupa perangkat aturan atau status yang menghususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang.
1) Bentuk Negara, secara umum;
a) Negara kesatuan yaitu dengan satu kesatuan pemerintahan, parlemen, lembaga peradilan dan konstitusi.
b) Negara federasi / serikat yaitu adanya negara bagian yaitu negara yang memiliki undang-undang dan peradilan sendiri.
2) Bentuk Pemerintahan
a) Republik yaitu dipimpin oleh presiden yang memegang kekuasan eksekutif dan parlemen dengan kekuasan legislatif.
b) Monarki yaitu dipimpin oleh raja/ ratu yang didapatkan berdasarkan keturunan dan diperoleh seumur hidup.
c) Kekaisaran dipimpin seorang kaisar yang diperoleh secara turun temurun.
3) Bentuk kekuasaan
a) Kewibawaan lahiriah (kharismatik) misalnya tokoh agama.
b) Tradisi atau keturunan, misalnya raja.
c) Secara formal (legal-rasional) berdasarkan hukum misalnya presiden.
4) Alasan hilangnya ketaatan kepada penguasa yaitu:
a) Kesadaran masyarakat bahwa pemimpinnya juga manusia biasa.
b) Anggapan masyarakat akan ketidaktertibannya dalam pengambilan keputusan.
5) Cara untuk mengatasi krisis kewibawaan:
a) Mengubah prinsip sentralisasi kakuasaan ke dalam prinsip desentralisasi.
b) Prinsip-prinsip menghindari disintegrasi.
c) Koordinasi terpadu dari pimpinan yang berwenang.
d) Tidak mengulang-ulang cara lama.
6) Fungsi lembaga politik
a) Fungsi Manifes
(1) Memelihara ketertiban di dalam (internal order).
(2) Menjaga keamanan di luar (external security).
(3) Mengusahakan kesejahteraan umum (general welfare).
(4) Mengatur proses politik.
(5) Mengerakkan partisipasi masyarakat.
(6) Mengembangkan budaya demokrasi.
b) Fungsi laten
(1) Tempat melakukan korupsi dan kolusi.
(2) Pemerasan dan penipuan terhadap rakyat.
(3) Sebagai wahana untuk memecah belah dan adu domba.
(4) Kemandulan pelaksanaan pemerintahan sehingga terjadi stagnasi dalam segala aspek kehidupan bangsa.
7) Unsur-unsur lembaga politik
a) Pola perilaku; loyalitas, kepatuhan, subordinasi, kerjasama dan konsensus.
b) Budaya simbolis; bendera, materai, maskot, dan lagu kebangsaan.
c) Budaya manfaat; gedung, persenjataan, pekerjaan pemerintah, blanko dan formulir.
d) Kode spesialisasi; program, konstitusi, traktat dan hukum.
e) Idiologi; nasionalisme, hak rakyat, demokrasi, dan republik/monarki.

d. Lembaga Ekonomi
Berfungsi mengatur pembagian kerja dalam kehidupan manusia. Menurut Kornblum, penelitian difokuskan pada pembahasan, pasar dan pembagian kerja, interaksi pemerintah, institusi ekonomi dan perubahan pada pekerjaan.

1) Pola-pola politik ekonomi
a) Sistem feodalisme yaitu seperangkat lembaga politik dan ekonomi yang menempatkan pemilik tanah (raja) dan prajurit yang menjaga keamanan sebagai pelindung warga, harta benda dan hak penguna tanah.
b) Sistem merkatilisme yaitu sistem yang menempatkan negara bertanggungjawab mengendalikan dan mengarahkan seluruh kegiatan ekonomi termasuk mengatur individu untuk profesi-profesi tertentu.
c) Sistem kapitalisme yaitu pemilik modal bebas mengembangkan usahanya dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
d) Sistem komunisme yaitu partai tunggal atau diktator sebagai wakil rakyat yang memerintah atas nama rakyat.
e) Sistem sosialisme yaitu bertujuan merombak masyarakat pada persamaan hak dan pembatasan hak milik pribadi untuk kesejahteraan masyarakat.
3) Fungsi Lembaga ekonomi
a) Fungsi Manifes
(1) Pedoman mendapat bahan pangan
(2) Pedoman pertukaran barang/ barter.
(3) Pedoman harga jual beli barang.
(4) Pedoman menggunakan tenaga kerja.
(5) Pedoman cara pengupahan.
(6) Pedoman cara pemutusan hubungan kerja.
(7) Identitas diri masyarakat
b) Fungsi laten
(1)Menumpuk barang guna kepentingan individu atau kelompok.
(2) Kurang memperhatikan lingkungan kemanusiaan.
(3) sebagai ladang korupsi dan kolusi.

4) Struktur lembaga ekonomi
a) Sektor agraris meliputi kegiatan pertanian.
b) Sektor industri kegiatan produksi barang.
c) Sektor perdagangan panyaluran barang dari produsen ke konsumen.
5) Unsur-unsur lembaga ekonomi
a) Pola perilaku; efisiensi, penghematan, profesional dan laba.
b) Budaya simbolis; merek dagang, hak paten, slogan, dan lagu komersial.
c) Budaya manfaat; toko, pabrik, pasar, kantor, blanko dan formulir.
d) Kode spesialisasi; kontrak, liensi, hak monopoli, dan akte perusahaan.
e) Idiologi; liberalisme, tanggung jawab, manajerial, dan hak buruh.

e. Lembaga Agama
Durkherm (1966) menyatakan bahwa agama merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal yang suci. Agama merupakan sarana manusia untuk berhubungan dengan sang pencipta.
1) Fungsi Agama
a) Fungsi Manifes
(1) Sumber pedoman hidup manusia.
(2) Mengatur hubungan (tata cara) manusia secara vertikal dan horizontal.
(3) Nilai-nilai hidup manusia (ukuran).
(4) Pedoman rasa kebersamaan.
(5) Pedoman keyakinan (confidence).
(6) Pedoman keberadaan (existence).
(7) Pengungkapan estetika (keindahan).
(8) Pedoman rekreasi dan hiburan.
(9) Memberi identitas.
b) Fungsi laten
(1) Saranauntuk kupul kebo, zina dan perjudian.
(2) Dijadikan landasan aktivitas SARA atau peperangan.
(3) Kedok untuk meminta bantuan di luar kepentingan agama.
2) Unsur-unsur lembaga agama
Menurut Light, Killer dan Callhoun (1989).
a) Kepercayaan
b) Praktek keagamaan
c) Simbol keagamaan
d) Umat
e) Pengalaman keagamaan.


RANGKUMAN
• Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tindakan yang berkisar dari suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.
• Institusionalisation; adalah suatu proses yang dilewati oleh semua norma-norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu norma lembaga kemasyarakatan, sehingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
• Institusionalized, adalah suatu tahap pengenalan dan penerimaan ide-ide pada masyarakat.
• Internalized: Pendarah dagingan adalah suatu tahap penerimaan norma terhadap masyarakat sehingga masyarakat berkeinginan untuk selalu berbuat atau bertingkah lakusejalan dengan apa yang sudah dimengerti.
• Fungsi Manifes (nyata); fungsi yang disadari dan menjadi harapan banyak orang. Contoh; keluarga sebagai lembaga internalisasi dan sosialisasi nilai dan norma; lembaga ekonomi tempat terjadinya proses produksi dan distribusi.
• Fungsi laten (tersembunyi); fungsi yang tidak disadari dan bukan menjadi tujuan utama lembaga, cenderung tidak nampak, dan tidak diharapkan tetapi ada. Contohnya, lembaga keluarga, pernikahan untuk menutupi rasa malu sebutan tidak laku; lembaga politik persaingan untuk berkuasa kemudian menumpuk kekayaan.
• Lembaga sosial ada lima macam yaitu lembaga keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan agama.


EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan proses terbentuknya keluarga!
2. Sebutkan fungsi laten lembaga pendidikan!
3. Sebutkan fungsi manifes lembaga ekonomi!
4. Jelaskan unsur-unsur lembaga agama!
5. Sebutkan fungsi laten lembaga politik!


TUGAS DAN KEGIATAN
Diskusikanlah dengan teman-teman anda mengenai arti penting lembaga keluarga, sosial, ekonomi, politik dan pendidikan !.










M. PENELITIAN SOSIAL
Penelitian adalah suatu proses yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu. langkah-langkah yang dilakukan itu mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan. adapun langkah-langkah penelitian secara umum yaitu sebagai berikut :
1. Memilih Masalah.
Langkah pertama dalam penelitian sosial adalah memilih masalah. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah diperoleh dari hal-hal sebagai berikut
a. Pengamatan dalam kehidupan sehari – hari.
b. Membaca literatur
c. Berdiskusi dengan orang lain.
d. Pemberian orang lain.
e. Abstraksi

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan masalah yaitu
a. Faktor Intern
1) Masalah penelitian sesuai dengan minat.
2) Penelitian dapat dilaksanakan.
a) Kemampuan ( teori / metode )
b) Waktu yang cukup
c) Tenaga
d) Dana

b. Faktor Ekstern
1) Tersedianya faktor pendukung
a) Tersedianya data yang memadahi
b) Adanya izin dari pihak yang berwenang.

2) Hasil penelitian bermanfaat
a) Diri sendiri
b) Orang lain
c) Lembaga
d) Dan yang lainnya

Jenis Permasalahan
a. Deskriptif/ mengetahui status
b. Komparasi / membandingkan
c. Korelasi / hub. Antara 2 fenomena atau lebih.
1) Sejajar
2) Sebab akibat.

Merumuskan Judul Penelitian
Judul yang lengkap mencakup :
a. Sifat/jenis permasalahan penelitian
b. Obyek yang diteliti
c. Subyek penelitian
d. Lokasi/daerah penelitian
e. Tahun/waktu terjadinya peristiwa

2. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sejumlah informasi tentang obyek dan subyek penelitian sebelum melakukan penelitian.
Manfaat studi pendahuluan yaitu sebagai berikut :
a. Dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diteliti.
b. Dapat mengetahui kepada siapa data akan diperoleh
c. Dapat mengetahui cara memperoleh data
d. Mengetahui cara menganalisis data
e. Mengetahui bagaimana mengambil kesimpulan dan memanfaatkan hasil.
Cara melakukan studi pendahuluan
a. Paper : dokumen, buku majalah dsb
b. Person : bertanya pada nara sumber
c. Place : berkunjung ke tempat obyek
d. subyek / terjadinya peristiwa

3. Merumuskan Masalah
Rumusan masalah adalah Suatu desain penelitian yang berisi tentang
pokok-pokok permasalahan penelitian. Manfaat desain penelitian sebagai pedoman agar dalam kegiatan penelitian lebih terarah. Cara merumuskan masalah dengan pembuatan desain penelitian yang terdiri dari :
a. Penegasan Judul
Judul perlu dibatasi agar permasalahan lebih terfokus/tidak mengembang ke permasalahan yang lain.
b. Alasan Pemilihan Judul
1) pentingnya masalah tersebut diteliti
2) menarik minat peneliti
3) sepanjang pengetahuan peneliti masalah tersebut belum pernah diteliti
c. Problematika
Problematika merupakan sejumlah pertanyaan yang diajukan seorang peneliti yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian.
( mengacu pada penegasan judul )
Contoh problematika
Studi Komparasi antara Pelaksanaan Praktikum di SMA N 1 dengan SMA N 2 di Surakarta Tahun 2009.
Problematikanya antara lain :
a) Di kelas berapa praktikum dilaksanakan
b) Bagaimana kelengkapan sarananya
c) Bagaimana sistem pengelompokannya
d) Bagaimana prosedur praktikum
e) dan lain-lain.
d. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai ( mengacu pada rumusan problematika ).
Problematika dikelas berapakah praktikum dilaksanakan di SMAN 1 dan SMAN 2. Tujuan : ingin mengetahui dikelas berapakah praktikum dilaksanakan di SMAN 1 dan SMAN 2
e. Kegunaan Hasil Penelitian
Bila dianggap perlu dapat diajukan berbagai kegunaan dari hasil penelitian, baik bagi diri sendiri maupun pihak lain.

4. Menentukan Angapan Dasar
Anggapan dasar adalah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh seorang peneliti.
Manfaat menentukan anggapan dasar adalah :
a. Ada pijakan berfikir yang kokoh
b. Untuk mempertegas variabel
c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis
Cara menentukan anggapan dasar.
a. Membaca buku
b. Mendengarkan berita
c. Berkunjung ke tempat obyek penelitian
d. Dengan mengadakan abstraksi.
Contoh anggapan dasar
Judul: Peranan Orang Tua terhadap Pilihan Profesi Anak SMA di Surakarta Tahun 2009.
Rumusan anggapn dasar:
a. Hubungan antara orang tua dengan anak cukup erat
b. Anak mengetahui keadaan orang tua
c. Anak SMA sudah memahami berbagai jenis profesi yang ada.

5. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo = di bawah, thesa= kebenaran
adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,sampai terbukti melalui data yang terkumpul ( analisis data ).
a. Taraf Hipotesis
Hipotesis ( jawaban sementara ) dibedakan menjadi dua taraf :
1) Taraf teoritik : melalui membaca
2) Taraf praktik : setelah penelitian selesai ( pengolahan data )
b. Sikap Peneliti Terhadap Hipotesis
Sikap seorang peneliti terhadap Hipotesis yang telah dirumuskan :
1) Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hp tidak terbukti.
2) Mengganti hp seandainya melihat tanda-tanda bahwa data yang tidak terkumpul tidak mendukung terbuktinya hp ( pada saat penelitian berlangsung ).
c. Syarat Hipotesis
1) Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat dan jelas.
2) Hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan dua atau lebih variabel.
3) Hipotesis harus didukung dengan teori para ahli atau penelitian yang relevan
d. Jenis Hipotesis
1) Hipotesis kerja/ hipotesis alternatif ( Ha ) : menyatakan adanya hubungan antara variabel X dengan Y
a) Jika ........................maka.....................
b) Ada perbedaan antara ...........dan.......
c) Ada pengaruh ............terhadap.......... .
2) Hipotesis nol ( nuul hypothesis ) /hipotesis ststistik ( Ho )
menyatakan tidak adanya hubungan atau pengaruh antara variabel X dan Y
a) Tidak ada perbedaan antara ...dengan....
b) Tidak ada pengaruh antara ...terhadap...

6. Memilih Pendekatan
Pendekatan adalah suatu metode atau cara mengadakan penelitian.
a. Jenis-jenis Pendekatan
1) Ditinjau dari teknik samplingnya
a) Pendekatan populasi
b) Pendekatan sample
c) Pendekatan kasus
2) Ditinjau dari timbulnya variabel
a) Non eksperimen
b) eksperimen
3. Ditinjau dari pola atau sifat non eksperimen:
a) Penelitian kasus
b) Kausal komparatif
c) Penelitian korelasi
d) Penelitian histories
e) Penelitian filosofis
4. Ditinjau dari model pengembangan atau pertumbuhan ;
a) One shot model
b) Longitudinal model
c) Cross sectional model
b. Penentuan Pendekatan
Dalam menentukan pendekatan harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Tujuan penelitian
2) Waktu dan dana penelitian
3) Tersedianya subyek penelitian
4) minat/selera peneliti

7. Menentukan Variabel
Variabel adalah gejala atau obyek penelitian yang bervariasi.
Contoh:
1) Variabel jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan
2) Variabel profesi yaitu guru, petani, pedagang dan lain-lain.
a. Macam-macam variabel
1) Variabel kuantitatif
a) Variabel diskrit ( nominal,kategorik) merupakan variabel 2 kutub berlawanan misalnya, kehadiran; hadir tidak hadir, jenis kelamin; laki-laki perempuan
b) Variabel kontinum
(1) Variabel ordinal merupakan variabel tingkatan satria terpandai Raka pandai Yudi tidak pandai
(2) Variabel interval merupakan variabel jarak misalnya, jarak rumah Anto kesekolah 10 km, sedangkan Yuli 5 km maka variabel intervalnya adalah 5 km.
(3) Variabelratio merupakan variabel perbandingan ( sekian kali ) berat badan Heri 80 kg, sedangkan berat badan Upi 40 kg, maka berat badan Heri 2 kali lipat Upi.
2) Variabel kualitatif
Variabel kualitatif adalah variable yang menunjukkan suatu intensitas yang sulit duukur dengan angka. Contoh : kedisiplinan, kemakmuran dan kepandaian.
b. Sifat variabel
1. Variabel Statis adalah variabel yang tidak dapat diubah, contohnya jenis kelamin
2. Variabel Dinamis adalah variabel yang dapat diubah keberadaannya, contohnya kedisiplinan
3. Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan pada variabel yang lain contoh: metode pembelajaran.
4. Variabel terikat adalah variabel yang dapat berubah akibat pengaruh dari variabel bebas.

8. Menentukan Sumber Data
a. Sumber dari mana data diperoleh yaitu :
1) Person (orang).
2) Place (tempat)
b. Jenis sumber data ditinjau dari Wilayah
1) Populasi, sumber data yang terletak pada seluruh subyek penelitian( tanpa terkecuali )
2) Sampel, wakil dari pupulasi yang diteliti harus representative.
Macam-macam sampel :
a) Sampel random ( acak / campur ) caranya
(1) Undian : untung – untungan
(2) Ordinal : tingkatan sama ( cth 5 tk ) ( 3 8 13 18 23 dst )
(3) Tabel bilangan random
b) Sampel berstrata ( stratified sample ) adalah sampel yang diambil bila subyek menunjukkan adanya perbedaan ciri di tiap tingkatan pada subyek tersebut. Contoh, penelitian pada siswa. Ternyata kondisi ekonomi orang tua siswa berbeda satu sama lain.
c) Sampel wilayah ( area probability sample ) adalah sampel yang diambil pada subyek penelitian yang tersebar di beberapa wilayah geografis. ( kecamatan , desa , rw, rt dan sebagainya ).
d) Sampel proporsi/sampel imbangan ( proportional sample )
adalah sampel yang diambil dengan memperhatikan secara proporsional/ secara berimbang pada subyek penelitian.
Subyek yang lebih besar jumlahnya maka sampelnya lebih banyak dari pada subyek yang jumlahnya lebih sedikit.
e) Sampel bertujuan ( purposive sample ) adalah sampel yang diambil dengan memperhatikan tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Contoh, penelitian terhadap minat guru dalam kegiatan belajar mengajar di Jawa Tengah.
Karena di Jawa Tengah terdapat lebih dari 35 kabupaten maka
dengan tujuan penghematan biaya maka pengambilan sampel
dilakukan di beberapa kabupaten saja misal. Jepara, Solo, Kebumen dan Cilacap.
f) Sampel jumlah/ sampel kuota ( quota sample ) adalah pengambilan sampel yang telah ditentukan jumlahnya terlebih dahulu. Contoh, telah ditentukan jumlah 50 siswa dari 835 siswa di SMA 2 Surakarta untuk dijadikan sampel penelitian dengan tema pengaruh minat membaca terhadap prestasi belajar siswa.
g) Sampel kelompok ( cluster sample ) adalah sampel yang diambil dengan memperhatikan berbagai kelompok-kelompok sosial di masyarakat. Contoh: di masyarakat terdapat berbagai kelompok profesi seperti guru, petani, pedagang, nelayan dan sebagainya.
h) Sampel kembar ( double sample ) adalah dua buah sampel yang diambil sekaligus untuk melengkapi apabila dalam pengambilan sampel yang pertama dirasa kurang mencukupi
3) Kasus
Kasus adalah sumber data yang melekat secara spesifik pada subyek tertentu. Contoh, siswa yang berperilaku aneh ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung namun memiliki prestasi akademik yang baik .

9. Menentukan dan Menyusun Instrument
Kesalahan dalam menentukan dan menyusun instrumen dapat berakibat tidak akuratnya data yang dikumpulkan. Instumen adalah alat bantu yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data. Penentuan instrumen harus sesuai dengan metode pengumpulan data. Contoh : bila metodenya wawancara maka instrumennya adalah pedoman wawancara.
a. Jenis-Jenis Instrumen
1) Tes
Tes adalah serentetas pertanyaan atau latihan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, kemampuana atau bakat yang dimilliki individu atau kel.
Macam-macam tes tes:
a) Personality test yaitu tes kepribadian
b) Aptitude test yaitu tes bakat
c) Intelligence test yaitu tes tingkat intelegensi
d) Attitude test yaitu tes sikap
e) Projective technique
f) Measures of interest yaitu tes minat
g) Achievement test yaitu tes prestasi
2) Kuesioner / Angket
Kuesioner / angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperolah sejumlah informasi dari responden dalam arti laporan tentang dirinya maupun tentang hal-hal yang ia ketahui.
Macam-macam angket
a) Ditinjau dari cara menjawab terdiri dari :
(1) Angket terbuka yaitu jawaban dengan kalimatnya sendiri.
(2) Angket tertutup yaitu telah disediakan jawabannya.
b) Ditinjau dari jawaban yang diberikan terdiri dari:
(1) Angket langsung : tentang dirinya
(2) Angket tidak langsung : tentang orang lain
c) Ditinjau dari bentuknya:
(1) Pilihan ganda
(2) Isian
(3) Check list
(4) Rating scale
3) Wawancara /interviu
Wawancara / interviu adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara terhadap terwawancara untuk memperoleh sejumlah informasi yang diketahui oleh terwawancara. Ditinjau dari pelaksanaanya wawancara dibagi menjadi tiga :
a) Wawancara bebas ( inguided interview ) yaitu wawancara yang tidak disertai dengan pedoman wawaancara.
b) Wawancara terpimpin ( guided interview ) disertai dengan pedoman wawancara secara rinci
c) Wawancara bebas terpimpin yaitu hanya garis-garis besar wawancara.
4) Observasi
Observasi adalah pemuatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan se- luruh panca indera.
a. Observasi non sistematis yaitu tidak pakai pedoman pengamatan
b. Observasi sistematis yitu menggunakan pedoman pengamatan.
5) Skala bertingkat
Skala bertingkat adalah suatu ukuran subyektif secara bertingkat yang dibuat oleh seorang peneliti. Contohnya, tidak memuaskan, kurang memuaskan, cukup memuaskan, memuaskan, memuaskan sekali. Tidak antusias, kurang antusias/ perhatian, cukup perhatian, cukup sangat antusias, kurang perhatian pada pekerjaan besar.
6) Dokumentasi
Dokumen yaitu suatu pedomen pengumpulan data terhadap sumber-sumber tertulis. Dapat dibuat dengan pedoman garis besar atau dengan check list.

b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan instrument
1) Tujuan penelitian Sampel/subyek penelitian
2) Lokasi
3) Pelaksana
4) Biaya/waktu
5) Data

c. Penyusunan Instrumen
1) Perencanaan : rumusan tujuan, menentukan variabel.
2) Penulisan butir soal
3) Penyuntingan
4) Uji coba
5) Revisi ; poin-poin yang kurang baik

10. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data memiliki kedudukan yang sangat penting karena apabila dalam pengumpulan data terjadi kesalahan atau kekeliruan data yang dikumpulkan akan berakibat kesalahan dalam analisa data. Pengumpulan data adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berkaitan masalah penelitian menggunakan alat pengumpul data. Data ialah bahan keterangan yang berupa himpunan fakta-fakta, angka-angka, huruf, grafik, tabel gambar dan lambang-lambang yang menyatakan sesuatu pemikiran, obyek, kondisi atau situasi
a. Jenis-jenis data
1) Ditinjau dari cara memperolehnya
a) Data primer : dari tangan pertama
b) Data sekunder : dari pihak lain
2) Ditinjau dari sifatnya:
a) Data kualitatif
b) Data kuantitatif
4) Ditinjau dari sumbernya:
a) Data internal : dari dalam suatu organisasi.
b) Data eksternal: dari luar suatu organisasi.
b. Syarat-syarat data
1) Data harus obyektif
2) Data harus mewakili ( representatif)
3) Data harus memiliki kesalahan baku yang kecil.
4) Data harus tepat waktu
5) Data harus memiliki hubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
c. Kegiatan Mengumpulkan Data
1) Menggunakan Tes
a) Memberikan kesempatan berlatih pada orang yang dites.
b) Menggunakan tes lebih dari 1 orang
c) Ada pedoman manual
d) Ciptakan situasi tes yang kondisif
e) Ciptakan kerjasama yang baik antara penguji tes dengan orang yang di tes
2) Menggunakan Angket/ kuesioner
a) Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan angket.
b) Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasara angket
c) Menjabarkan setiap variabel menjadi sub variabel
d) Menentukan jenis datanya.
3. Menggunakan wawancara sebelum pelaksanaan wawancara seorang
peneliti sebaiknya mempersiapkan pedoman wawancara, dengan tujuan:
a) Agar tidak ada pokok-pokok yang tertinggal
b) Agar pencatatannya lebih cepat.
4. Menggunakan observasi siapkan pedoman untuk melakukan pengamatan.agar pengamatan lebih akurat.
5. Menggunakan dokumentasi siapkan tabel/kolom-kolom dokumentasi
sehingga seorang peneliti tinggal membubuhkan tanda check list.



11. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul lalu diolah. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reabilitasnya dan validitasnya, data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan substitusi. Selanjutnya data yang telah lulus dalam seleksi diatur dalam table, matriks, dan lain-lain agar memudahkan pengolahan selanjutnya. Kalau mungkin pada penyusunan tabel yang pertama dibuat tabel induk (master table). Jika tabel induk induk dapat dibuat maka langkah-langkah selanjutnya akan lebih mudah dikerjakan karena perhitungan dan analisis dapat dilakukan berdasarkan tabel induk.
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian harus memastikan pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analisis statistik atau analisis non-statistik. pemilihan ini tergantung kapada jenis data yang dikumpulkan. Analisis statistik sesuai dengan data kuantitatif atau data dikuantifikasikan, yaitu data dalam bentuk bilangan, sedangkan analisis non-statistik sesuai untuk data deskriptif atau data textular. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dank arena itu analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis).

12. Interpretasi Hasil Analisis
Hasil analisis boleh dikatakan masih faktual dan harus diberi arti oleh peneliti. Hasil itu biasa dibandingkan dengan hipotesis penelitian, didiskusikan atau dibahas dan akhirnya diberi kesimpulan. Seperti telah pernah disebutkan, peneliti mengharapkan hipotesis penelitiannya tahan uji yaitu terbukti kebenarannya. Jika yang terjadi memang demikian bahasan itu mungkin dapat tidak terlalu menonjol peranannya. Tetapi jika hipotesis penelitian itu ternyata tidak tahan uji, yaitu ditolak, maka peranan bahasan itu lalu menjadi sangat penting, karena peneliti harus dapat menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Peneliti wajib mengekplorasi segala sumber yang mungkin menjadi sebab tidak terbuktinya hipotesis penelitian itu.
Dalam hubungan dengan tidak terbuktinya hipotesis penentu dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut. Jika suatu hipotesis tidak terbukti kebenaranya itu tidak berarti bahwa penelitiannya gagal sama sekali. Sesuatu penelitian sering menguji hipotesis dan tidak terbuktinya satu atau dua hipotesis memang tidak jarang terjadi. Walaupun penelitian hanya menguji satu hipotesis dan kemudian ternyata tidak terbukti kebenarannya itupun tidak berarti bahwa penelitian itu gagal sama sekali. Yang penting adalah peneliti memberi keterangan dan alasan yang jelas dan kuat mengenai tidak terbuktinya hipotesis.

13. Penyusunan Laporan
Langkah terakhir dalam seluruh proses penelitian adalah penyusunan laporan. Laporan ini merupakan langkah yang sangat penting karena dengan laporan itu syarat keterbukaan ilmu pengetahuan dan penelitian dapat dipenuhi melalui laporan itu sehingga ilmuan lain dapat memahami, menilai, kalau perlu menguji kembali hasil-hasil penelitian itu, dan demikian pemecahan masalah mengalami pemantapan dan kemajuan.
Kecendikiaan seorang peneliti akan tercermin dalam laporan penelitian yang disusunnya. Oleh karena itu selayaknya peneliti mengerjakan laporan penelitian itu dengan cermat. Laporan harus disusun dan ditulis menurut tata tulis penulisan ilmiah yang lazim. Dewasa ini ada banyak tata tulis penulisan ilmiah yang telah diusulkan orang atau profesi yang masing-masing dapat dianggap merupakan suatu sistem yang memprunyai pertimbangan dan alasan tertentu. Sistem mana yang digunakan tidak merupakan soal yang penting ialah sekali sesuatu sistem dipilih hendaknya diikuti secara baik sehingga terdapat konsistensi dalam laporan itu.
Suatu hal yang juga sangat penting dalam laporan penelitian adalah format atau sistematiknya. Pada waktu ini umumnya orang yang menggunakan format yang disesuaikan dengan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. Secara garis besar, sistematik laporan itu dapat berupa sebagai berikut :
a. Bagian awal, yang berisi;
1. Halaman judul
2. Halaman pendahuluan
3. Halaman daftar isi
4. Halaman tabel
5. Halaman daftar gambar
6. Halaman daftar lampiran
b. Bagian inti yang berisi;
1. Latar belakang masalah
2. Tujuan penelitian
3. Penelaahan kepustakaan, termasuk perumusan hipotesis (jika tidak disajikan tersendiri)
4. Hipotesis (jika belum dicakup pada pasal sebelumnya)
5. Metodologi
6. Hasil
7. Interpretasi/ diskusi, kesimpulan, dan saran-saran.
c. Bagian akhir yang berisi;
1. Daftar pustaka
2. Lampiran-lampiran







RANGKUMAN
• Penelitian adalah suatu proses yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu. langkah-langkah yang dilakukan itu mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan.
• Langkah pertama dalam penelitian sosial adalah memilih masalah. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
• Rumusan masalah adalah Suatu desain penelitian yang berisi tentang
pokok-pokok permasalahan penelitian.
• Anggapan dasar adalah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh seorang peneliti.
• Hipotesis berasal dari kata hypo=di bawah, thesa=kebenaran
adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,sampai terbukti melalui data yang terkumpul ( analisis data ).
• Pendekatan adalah suatu metode atau cara mengadakan penelitian
• Variabel adalah gejala atau obyek penelitian yang bervariasi.
• Sumber dari mana data diperoleh yaitu person (orang) dan place (tempat).
• Instumen adalah alat bantu yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data. Penentuan instrumen harus sesuai dengan metode pengumpulan data.
• Pengumpulan data adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berkaitan masalah penelitian menggunakan alat pengumpul data. Data ialah bahan keterangan yang berupa himpunan fakta-fakta, angka-angka, huruf, grafik, tabel gambar dan lambang-lambang yang menyatakan sesuatu pemikiran, obyek, kondisi atau situasi.
• Pengolahan dan analisis data telah dikembangkan teknik-teknik atau prosedur-prosedur tertentu yang masing-masing umumnya mensyaratkan hal-hal tertentu. Syarat-syarat itu harus dipenuhi secara baik agar hasil pengolahan dan analisis seperti yang diharapkan.
• Hasil analisis boleh dikatakan masih faktual dan harus diberi arti oleh peneliti. Hasil itu biasa dibandingkan dengan hipotesis penelitian, didiskusikan atau dibahas dan akhirnya diberi kesimpulan.
• Langkah terakhir dalam seluruh proses penelitian adalah penyusunan laporan. Laporan ini merupakan langkah yang sangat penting karena dengan laporan itu syarat keterbukaan ilmu pengetahuan dan penelitian dapat dipenuhi melalui laporan itu sehingga ilmuan lain dapat memahami, menilai, kalau perlu menguji kembali hasil-hasil penelitian itu, dan demikian pemecahan masalah mengalami pemantapan dan kemajuan.

EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat !
1. Jelaskan pengertian penelitian sosial !
2. Bagaimana cara menentukan suatu masalah perlu untuk diteliti ?
3. Jelaskan permasalahan apa saja yang akan ditemui ketika melakukan suatu penelitian !. Bagaimana cara mengatasinya ?
4. Jelaskan pengertian hipotesis !
5. Jelaskan sumber-sumber data dalam penelitian !

TUGAS DAN KEGIATAN
Buatlah proposal mini untuk merancang sebuah penelitian sosial berdasarkan suatu masalah yang anda anggap menarik untuk diteliti !.

1 komentar:

  1. wahhh maksih bgt,,,berkat blog ini aku bisa selesaiin tugas....
    jempol buat blog ini

    BalasHapus